Sunday, December 21, 2008

Papua, 16-18 Desember 2008

Selepas Padang, aku ngantor sehari di Senayan. (HMA-MTA-MD-TPH-Grg tak perlu aku ceritakan di sini). Berikutnya penugasan ke Papua, untuk pekerjaan yang sama dengan di Padang. Ok, aku berangkat dari SRG jam 17.00 untuk ganti pesawat di CKG dan menuju DJJ jam 21.15 nanti. Ini adalah perjalanan panjang selama bertugas di Bindiklat maupun PJJ. Rute CKG-UPG-Biak-DJJ ditempuh nyaris 8 jam. Kami sampai bandara Sentani ketika jam sudah menunjukkan 07.30 WITA. Berempat dengan sopir, kami menuju LPMP Jayapura, tempat pertemuan diselenggarakan. Bertiga kami menempati salah satu rumah dinas. Mandi, berganti baju, kemudian menemui Ka LPMP, dan dilanjutkan dengan presentasi sampai jam 15.00. Acara ditutup 16.00, lalu kami istirahat sebentar, karena berencana keliling kota malam ini.
Sama seperti kota-kota lain, Jayapura juga kenal macet dan lalu lintas cukup padat sepanjang jalan Skyline, Angkasa, terus berhenti di Dok Dua, sekitar Swiss Belhotel. Sempat melihat-lihat batik tapi tak berminat membeli barang sepotongpun (ada artis psikolog TB yang juga pas sedang cari batik di sana). Makan malam di Dok Dua, berkeliling naik ke Lembah Sunyi, lantas pulang ke LPMP. Hm .. malam yang mengesankan malah kurasakan di sepi malam, di rumah dinas LPMP. Jadi .... ini benar Jayapura!
Padang, 9-10 Desember 2008

Tugas. Hanya itu yang terlintas. Sebenarnya malam itu, Kamis 4 Desember harusnya aku sudah menuju ke sana langsung dari Bandara CGK. Saat itu sedang menunggu boarding ketika telepon dari Pp mengharapkan aku tak usah balik Semarang tetapi langsung saja ke Padang. Aku, tentu saja, keberatan. Beres. Nggak nyangka kalau kemudian ketika pesawat landing dan ponsel aku buka, tawaran datang lagi. Pilih satu hari antara 9 - 11 Desember. Setelah itu datang telepon silih berganti: MA, rumah, Pp. Ok, aku setuju pilih tanggal 9. Maka tanggal 9 itu aku berangkat ke Padang. dari SRG aku berangkat pagi. Setelah menunggu transit di CGK aku pindah penerbangan ke Padang. Tengah hari aku sampai. Dijemput orang LPMP, kami menuju kantor LPMP yang terletak di dalam kampus UNP. Berbasa-basi sebentar, kami kemudian meluncur ke hotel Pusako di Bukittinggi, 3 jam perjalanan dari Padang.
Di sana, aku sendirian presentasi malam sampai jam 22.00 lalu dilanjutkan pagi sampai jam 09.00 karena siang itu juga, dengan BTV aku harus ke Jakarta. Ada yang menunggu sehingga aku bergegas. Esok hari aku harus ngantor lagi di Senayan.
Alih-alih ke HMA, aku pesan tempat di TPH, suite 506. (Lintasan HMA-MTA-MD-TPH adalah bagian penting dari perjalanan Padang ini).
Pagi kembali ngantor ke Senayan. Tugas berikutnya adalah ke Papua, bertiga dengan N dan EW, 16 - 18 Desember 2008.

Monday, December 08, 2008

Tanggal 1-3 Desember 2008 kemarin dulu adalah saat finish etape pertama kegiatan maraton penyusunan panduan belajar yang akan mulai digunakan untuk program BERKUALITAS (sorry, berhubung posisiku tidak memungkinkan penyebutan nama program kecuali diijinkan oleh Direktur) tahun 2009. Menurut beberapa teman, kegiatan finalisasi ini aneh karena bahan yang sama telah di-TOT-kan di level nasional dan bahkan tim provinsi sudah ada yang memulai kegiatan TOT level berikutnya pada tangal 1-3 ini.
Bagaimanapun kudu-harus mau nggak mau diterima. Nggak puas sih, karena hampir semua anggota tim pengembang level nasional merasa masih banyak yang bisa dibenahi sebelum panduan dicetak skala besar.
Sementara itu, aktivitas sebagai konsultan juga mendekati minggu-minggu terakhir. Canda dan humor kawan-kawan sesama konsultan (dan juga dengan staf administrasi) rasanya masih akan terkenang lama.
Tanggal 4 aku masih menyempatkan diri ke kantor di S dan berencana cabut ke SRG sore itu juga. EW juga punya rencana yang sama. Ia harus segera ke Bdg, katanya ada yang harus diselesaikan di kantor. Tiket untuk terbang jam 17.15 sudah di tangan.
Mengenai tiket ini, ada lucunya juga. Entah gimana, aku begitu yakin bahwa tiket (tepatnya kode booking!) yang aku pegang adalah kode booking Garuda. maka dengan penuh keyakinan aku tunjukan kode booking, GFF, dan KTP untuk cetak tiket di counter yang mbak-nya cantik-cantik itu. Sudah ada rasa nggak enak ketika si-mbak bilang bahwa kode tiketnya kok salah. Aku yakin bilang: "coba di search lewat nama saja mbak! Mbaknya nurut. Tapi rupanya nggak ketemu juga. Tiba-tiba aku ingat sesuatu. Aku ngomong saja ke mbaknya:" Biar aku tanya yang ngurus tiket dulu mbak". Dan GFF + KTP + kertas berisi kode booking itu aku bawa lagi. Nelpon Dwi, yang juga bingung, tapi kemudian menjawab: Iya, ketika kutanya: "Apa tiketku Mandala?".
Maka aku panggillah taksi menuju terminalnya Mandala.
Benar, tiket bisa kucetak di counter Mandala.
Setelah check-in, masuk ke ruang tunggu, nah-kan ketahuan. Penerbangan di-delay. Ini delay yang kayaknya menjadi rutin. Tapi biarlah. Telpon dan SMS-an, lantas duduk manis. Sempat ngobrol dengan teman dari Unnes yang ketemu di ruang tunggu (pak E, dari FIS, dan dua ibu yang namanya aku belum ingat).
Pas pesawat hampir boarding, datang telepon. "Pak bisa nggak kalau langsung ke Padang, nggak usah ke Semarang. Kalau bisa langsung saja beli tiket untuk penerbangan ke Padang malam ini". Wah, gimana? Ya nggak-lah. Lagi, mau disuruh presentasi apa juga masih gelap. Maka dengan meminta maaf, permintaan itu aku tolak.
Aku boarding, pesawat take-off, dan sejam kemudian aku sudah di atas taxi menuju selatan kota semarang. Di bangku belakang taxi mulai aku aktifkan ponsel-ku satu persatu. Rupanya, ada sms yang terkirim beberapa saat setelah pesawat take off. Isinya menanyakan kemungkinan berangkat ke Padang tanggal 9 - 11. Setelah telepon rumah bolak-balik (dan rumah juga bilang telah dihubungi pak MAK, aku telepon balik pengirim SMS. Tanya acara sekaligus jadwal. Ok, clear. Selasa pagi sampai Rabu pagi di Padang (Bukittinggi, tepatnya), Rabu siang balik Jakarta sampai Jum'at. Itu adalah hari teakhir menjadi konsultan. Tahun depan? Wallahualam. Disertasi sudah harus diselesaikan.

Tuesday, October 28, 2008

27-28 Oktober
Dikurung di Wisma Lansia Langen Wredha, Lerep Ungaran (ternyata, katanya, di sini tinggal juga NH Dini, penulis wanita era 66-an yang masih aktif sampai sekarang)
Restorant Hotel Grand Kartika
(grand_kartika@yahoo.com)
Jl. Rahadi Oesman No.2
Pontianak Kalimantan Barat

Tepi Sungai Kapuas 25 Oktober 2008
kamarnya sih sangat biasa, cenderung tua dan kurang nyaman. Bahkan, anak kecoa kecil berlarian di lantai kamar mandi. Tetapi, letaknya yang persis di tepian sungai Kapuas benar-benar menawarkan suasana yang berbeda, lebih romantis daripada hotel Orchadz yang ada di Jalan Gadjahmada.
Tiba di hotel dari Bandara Supadio, dalam rintik hujan bulan Oktober, jam sudah menunjukkan pukul 20.15 WIB. Air hujan yang terus jatuh menambah genangan di sana-sini. Juga di atas jajaran conblok di lahan parkit hotel.
Beberapa men Meski gelap malam, dan lampu-lampu bandara hany abersinar temaram, genangan air cukup jelas terlihat lewat pantulan lampu mobil yang berjalan pelan membelah malam, mencari rumah makan.
Perut sudah kosong.
Bakso Malang 'Oasis' di Bandara Soeta tidak bertahan lama menangsal isi perut. Aku tidak tahu kemana kami akan menuju, lantaran pak HK yang menjemput dan mengantarku hanya bertanya:"Pak Hari mau seafood atau apa?". Aku jawab "Seafood juga oke, asal bukan kepiting porsi besar!". Kepiting saus lada hitam versi porsi besar itu aku temui ketika makan di Pantai Kakap Indah bulan Juni lalu.
Di sebuah bangunan besar dan gelap kami berputar dan berhenti di sudutnya. Lampunya cukup terang, kontras dengan kegelapan bangunan besar di sebelahnya, yang aku tahu adalah sebuah Museum. Nama rumah makannya 'Handayani'. Jawa banget!. Menunya standar, ikan dan ayam dengan berbagai variasi cara pengolahan.
Pilihan konvensional aku, karena adanya juga itu-itu saja, cumi saus padang dan taoge polos (sebetulnya cah taoge). Lalu pak HK menambah menu: ikan kakap merah bakar.
Di tengah makan, datang pak RF, dosen FKIP Untanpura yang juga Direktur STKIP Melawi (650 km dari Pontianak. Lalu kamipun terlibat dalam perbincangan hangat sekitar kebijakan pemerintah dalam meng-S1-kan sekitar 1,4 juta guru yang harus selesai sebelum 2015.
Selesai makan, aku dan pak HK mampir di Jalan Gadjahmada, menikmati beberapa buah durian.
Dan di sinilah akau sekarang. Resto Hotel Grand Kartika, di dekat kapal besar yang sedang bersandar (nama kapalnya: Balam!, melayu banget! Tanya orang Jakarta, berapa banyak yang tahu arti kata balam.)
dari percakapan dengan rombongan Depdagri yang sedang mengedakan pelatihan di PNK ini, tepi sungai sebelah hotel ini adalah juga pelabuhan kapal, yang antara lain menuju ke Jawa. Amboi !!

Saturday, October 25, 2008

Lagi:
9 - 11 Oktober finalisasi Panduan Belajar BERMUTU di Wisma Handayani Cipete Jaksel. Di akhir program ada bisik-bisik undangan ke Lt 15 (PMPTK Senayan) untuk rekruitmen konsultan BERMUTU. Jadi, sore 11 okt pulang, di rumah sampai 13 pagi, jam 06.10 balik ke jakarta lagi.
13 Oktober, pengarahan dan rapat tentang konsultan modul BERMUTU bersama 25 orang lainnya. Aku kebagian peran jadi konsultan ICT. Harus segera minta ijin rektor (#@$%^^&??!!).
22 - 24 Oktober, hadir sebagai konsultan sekaligus mengikuti validasi modul BERMUTU di Wisma Handayani. Pagi 22 mampir dulu ke PMPTK, pengarahan oleh koordinator, siangnya cabut ke Wisma Handayani mengikuti acara validasi modul. Jum'at 24 menjelang siang balik ke Senayan, mulai kerja. Jam 15-an ke Bandara untuk langsung ke Pontianak.
24 malam sampai 25 pagi di Pontianak. Rencana setelah Subuh, 16 Oktober, mau ke Singkawang. Acara: Monev PJJ PGSD.

Thursday, September 25, 2008

Century Atlet, 25 September 2008

Ini catatan-catatan kegiatan. Singkat karena aku tidak punya banyak waktu untuk nulis.

8 - 11 September, kami (tim naional pengembang panduan BERMUTU) ketemu lagi untuk menyelesaikan WS. Kali ini di P4TK Bahasa di Srengseng Sawah.

12 - 13 September, sebagai bagian dari tim PJJ PGSD kami ketemu di Menara Peninsula untuk menyelesaikan Laporan Monitoring dan Evaluasi. Aku sendiri (dan LK) kebagian tugas di Pontianak beberapa bulan yl.

13 - 15 September, dari Menara Peninsula cuma pindah ke Millenium Sirih untuk menyusun panduan-panduan. Aku dan SH kebagian panduan penyusunan bahan ajar berbasis web.

22 - 25 September, menyelesaikan lagi kerjaan BERMUTU. Janjinya akan ada ketemuan lagi besok tanggal 8 10 Oktober. Di hotel Century Atlet ini malam-malam ketemu rombongan Unnes: AW, FR, HS, SPR, dan dua orang lagi yang belum aku kenal.

Wednesday, September 10, 2008

Di mana saja aku pernah tinggal?

1965-1980
Tinggal di rumah kelahiran, desa Mejobo, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus. Sesungguhnya ini rumah Nenek (Suharmini, 1912-1992?). Bapak dan Ibu (Kadarroesman dan Sabarwati) hanya nebeng sampai ketiga (sesungguhnya 5, meninggal ketika masih kecil 1, dan meninggal di kandungan 1, keduanya laki-laki) anaknya lahir dan besar. Setidaknya sampai aku bisa mengingat, di rumah Mejobo itu ada tinggal: Buyut (meninggal 1972), Nenek (meninggal 1992), Bapak (meninggal 1975), Ibu, Mbak Pur (meninggal bulan Puasa 2007), Aku, Priyo, Osman.
Aku sekolah di SD Mejobo I, tahun 1971 padahal sebenarnya ada sekolah yang lebih dekat yakni SD Mejobo II yang hanya mengasih murid sampai kelas III (setelah itu harus ke SD Mejobo I juga). Bayangkan, anak SD sekolah jaan kaki sampai kira-kira 1 km. Hanya setengah tahun pertama saja aku diantar membonceng sepeda, selebihnya jalan kaki. Awal sekolah juga bukan sesuatu yang menyenangkan. Sempat dipukuli pakai sapu lidi karena menolak masuk ruang kelas semasa SD. Siapa sangka akhirnya malah aku lulus dengan nilai terbaik.
Bulan Januari tahun 1977 mulai sekolah di SMP 2 Kudus. Mencari (tepatnya: membeli) formulir pendaftaran saat itu bukan persoalan mudah. Sepupuku bahkan harus antre 3 hari, itupun mulai dari sebelum subuh, baru dapat formulir. Ada tes masuk waktu itu. Untuk menambah percaya diri, sore sebelum tes Ibu bahkan pergi ke 'orang tua' yang membekaliku dengan sebongkah kemenyan untuk digigit dan disemburkan di ruangan tes setelah tes berlangsung. (Antara percaya dan tidak, aku patuh melakukannya. Apakah aku diterima karena itu? Wallahualam!). Menjelang kelas 3 SMP sekolah diperpanjang setengah tahun, agar tahun ajaran baru dimulai pada bulan Juli. Alasannya, kalau tak salah, agar sama dengan tahun ajaran baru di berbagai tempat di LN. Apa benar begitu, aku belum sempat mengkonfirmasikannya sampai saat ini.

Juli 1980 - Juni 1984
Ini saat aku sekolah di STM Pembangunan Semarang. Sempat dianggap nggak mungkin bisa diterima karena aku cuma anak kampung, tetapi akhirnya bisa diterima juga. Tinggal di rumah Budhe, yang saat itu rumahnya juga menjadi hunian mahasiswa kost dari Kedokteran Undip. Ini tahun-tahun pemandirian. Tinggal di kota besar, mengerjakan segala sesuatu sendiri, banyak asam-garam kehidupan aku alami di sini. Hampir tiap sabtu pulang, dan nyaris selalu dijemput mbak Pur di terminal Kudus. Saat itu terminal ada di lokasi tugu Menara sekarang. Hanya kalau mbak Pur tidak bisa jemput, aku pulang naik becak. Waktu itu, becak dari terminal sampai rumah hanya Rp. 5000.
Masa yang menyenangkan, penuh semangat, sesak oleh cita-cita dan ambisi. Di masa sekolah ini aku sempat pula tinggal 3 bulan di Bandung, di Cisitu, selama Praktek Industri di LEN Jl. Sukarno Hatta. Tinggal sau indekosan dengan sepupu, SS.

Juli 1984 - Februari 1990
Masa sekolah di IKIP Negeri Yogyakarta. Bekalnya: Tunjangan Ikatan Dinas. Nggak pernah bercita-cita jadi guru, malah mendaftar ke SPG yang pernah aku lakukan dulu, bahkan sengaja tidak aku ikuti tes-nya. (Andai aku guru SD, mungkin malah sudah jadi KS atau guru bersertifikat ya?). Pengalaman mandiri di Semarang menjadi semakin tertempa di kota pelajar ini. Masjid, sesuatu yang 'jauh' dari kehidupanku di Kudus maupun Semarang, mulai kudekati. Selama episode Yogya ini aku tinggal hanya di satu tempat indekos Krml A20. Arah hidup makin terbentuk, meskipun karena tidak diterima menjadi dosen, aku sempat ngabur ke Jakarta, menjadi penulis ensiklopedi. Ini episode menyenangkan dalam hidup karena mengerjakan sesuatu yang kusukai. Minusnya: diperintah oleh orang lain, yang memang pemilik perusahaan.

Februari 1990-Februari 1991
Episode Jakarta, Cipta Adi Pustaka, dan Erlangga. Bekerja sebagai editor dan kontributor di PT Cipta Adi Pustaka, yang a.l. menerbitkan Ensiklopedi Nasional Indonesia. Masa yang singkat itu aku mengenal Alm. Hadyana Pudjaatmaka, yang kemudian menjadi 'mentor' yang tak pernah melarangku untuk berselingkuh dengan Erlangga saat seharusnya mengerjakan tenggat penulisan di CAP. Beliau tahu, aku diupah terlalu kecil, jadi membiarkan, bahkan menganjurkan untuk berselingkuh saja. Rentang satu tahun ini aku tinggal di keluarga sepupu, di Rawamangun.

(will be continued)

Wednesday, August 27, 2008

27 Agustus 2008
Alhamdulillah, Ido akhirnya jadi dikhitan. Semua bermula ketika hari Sabtu, 23 Agustus 2008. Aku dan Mamanya Ido berkonsultasi dengan dr. Nindyawan mengenai kemungkinan Ido di-sirkumsisi (aku pakai istilah itu agar Ido tidak tahu bahwa konsultasi ini adalah untuk rencana khitannya) beserta cara dan resikonya. Kepada Ido, Mama selalu mengatakan Ido tidak disunat, hanya 'dibersihkan burungnya'. Ketika dokter melakukan pemeriksaan awal, Ido-pun tidak ragu-ragu membuka 'burungnya'. Kami kaget juga ketika dokter mengatakan: "Senin saja tindakannya ya Pak, Bu. Sebaiknya datang siang sekitar jam 13 supaya tidak kena charge dua hari. Sorenya baru dilakukan tindakan"!. Tanpa berpikir panjang, kami mengiyakan. (Berapa biayanya ya?)
Maka hari Minggu, 24 Agustus, aku pesan kamar untuk Ido. Dapat di Angela no 76. Dulunya itu kamar VIP tapi karena fasilitas teleponnya tak ada maka untuk sementara dijadikan kamar kelas 1.
Hari Senin tanggal 25 Agustus, kami bertiga berangkat ke RS Elisabeth, persis sepertinya ketika dulu membawa Mama Ido mau operasi (3 kali operasi besar!). Jam 12 lebih kami telah sampai ke Elisabeth, dan setelah mengurus administrasi (tanpa diharuskan menitip uang dulu!) kami bertiga menuju kamar Angela no. 76. Setelah basa-basi singkat, perawat mengatakan bahwa tindakan akan dilakukan jam 18.00.
Lucunya, tepat jam 18.00, Ido yang gelisah menunggu dokter. Dikatakan kepadanya bahwa 'pembersihan' akan dilakukan di ruangan lain. Ido sempat ke ruang perawat dan menanyakan kapan akan 'dibersihkan' burungnya, tentu dengan Papa sebagai penerjemah kata-katanya. Maka jam 18.20-an, ketika perawat akhirnya datang dengan kursi roda, Ido dengan sigap mengganti bajunya dengan baju putih dari perawat dan duduk di kursi roda. Tentu saja kami terharu melihat dia sama sekali tidak takut (saat itu sudah datang teman-temannya Mama Ido, bu dan pak Warsono dan mbak Atik). Ramai-ramai kami mengantar Ido ke ruang operasi.
Satu-satunya protes Ido adalah ketika mau dibius. Mulut dan hidungnya dipasang masker. Untunglah, protesnya tidak lama, setalah Mamanya membujuk jadilah Ido mau mengenakan masker dan ....... tidur!. Ok, kami keluar dan menunggu. Kira-kira 30 menit operasi selesai. Ido masih tidur di atas bed operasi, tak berdaya. Tak sampai 5 menit, Ido terbangun dan mulai memeriksa 'burungnya'. Protes mau segera kembali ke kamar. Konyolnya, nunggu susternya sampai 10-menitan sebelum akhirnya benar-benar diantar ke kamar dengan kursi roda.
Membayangkan Ido bakal kesakitan sekitar tengah malam membuat kami susah tidur. Anehnya, sampai pagi tidak ada tanda-tanda Ido kesakitan. Bahkan bangun sendiri untuk pipis. Hanya saja, jam 04.30 Ido muntah dan lemas. Paginya, sebelum sarapan, Ido diberi obat oral, katanya untuk pelapis lambung. Sampai dokter datang dan kami konsultasi, Ido belum makan pagi. Nasihat dokter, lebih baik kalau disuntik agar tidak muntah. Untuk mengatakan suntik inipun dokter harus mengajak aku keluar supaya Ido tidak dengar. Pada akhirnya sih Ido nurut disuntik, dan malahan tidak tampak tanda-tanda ia kesakitan. Hanya ketika perawat menekan bekas luka suntik agar perdarahan berhenti, Ido terjingkat: "Sakit"! katanya. Bereslah, setengah jam lagi Ido boleh makan pagi.
Benar juga, sampai siang (jam 11-an) Ido tidak muntah. Lalu kami merencanakan siang itu juga pulang, setelah membereskan urusan administrasi.
Akhirnya kami meninggalkan rumah sakit jam 16-an. Dibekali obat penghilang nyeri dan anti biotika serta salep untuk luka. Sebenarnya, bagi kebanyakan anak, khitan adalah hal biasa. Bagi Ido, sebenarnya bagi kami orangtuanya, khitan adalah peristiwa sangat penting karena beberapa hal. Pertama, karena harus bius total (istilah dokter: general anaesthesi) aku takut dengan proses reanimasinya (menyadarkan kembali dari pengaruh bius). Bius total dilakukan mengingat postur Ido yang tinggi besar (165 cm/69 kg) dan autis. Sulit diduga reaksinya bila ia ketakutan, karena bisa saja ia tidak malu-malu menendang atau lari dari meja operasi. Kedua, Ido mengidap asthma, meskipun jarang sesak napas karena lebih sering muncul seperti gatal-gatal di kulit.
Dalam perjalanan pulang, ia berencana mau mampir ke KFC di Gelael Candi untuk membeli ayam satu ember dan poffertjes. Yang terakhir ini aku sungguh nggak tahu, makanan apa gerangan. Ido tahu dari iklan(!). Yah, diturutin lah, karena dulu ketika aku sunat juga membebani Ibu dengan beberapa keinginan yang juga dengan serta merta diberikan. Yang paling enak dulu adalah, sebagai obat (katanya!) tiap hari aku beroleh lauk istimewa, yakni ikan lele yang dibumbu (namanya bumbu srapah, entah terdiri dari apa saja itu?) dan dibakar. Harap maklum, saat itu lelenya benar-benar lele liar, bukan lele dumbo. Jadi, ya gurih banget. Kalau lele dumbo, sulit dibakar/dipanggang karena dagingnya pasti berjatuhan.
Sampai rumah, Ido kami suruh tidur (kan sudah mandii sore di rumah sakit).

Sebelum burung dibersihkan
Di depan ruang operasi, menunggu perawat menjemput (ka-ki: perawat, ido, pak wrs, mama ido)

Friday, August 08, 2008

Bandara A. Yani 080808 08:30
Kalau acara berlangsung tanpa ralat, ini adalah bulan paling heboh. Hari ini (8 ags 2008) sampai Minggu (10 ags 2008) di hotel Sparks, acara PJJ PGSD nyusun panduan2. Pulang tanggal 10 jam 15.25, terus besoknya tanggal 11 jam 09.20 berangkat lagi untuk acara BERMUTU temu wicara di hotel Mega Anggres, pulang tanggal 12 jam 15.25 juga. Sudah gitu untuk acara terusannya yang tanggal 12 aku harus ke Jakarta lagi juga tanggal 13 di Mega Anggrek. Pulang tanggal 15 Ags. Kalau acara dengan paf Sopyan jadi, tanggal 19 - 23 ke Jakarta lagi, untuk kegiatan entah apa, yang diselenggarakan Intel. Bingung ya, kenapa musti bolak-balik. Habis kalau nginep di Jakarta siapa yang bayarin, lagian kan jadi nggak ada bukti keberangkatan (siapa yang suruh boros, coba?). Yang untung tentu aku, GFF-ku jadi nambah banyak pointnya (he ...he...he).

Saturday, August 02, 2008

2 Agustus 2008

Dua hari lalu aku melihat yang ganjil di halaman kantor FT. Baliho besar berisi foto-foto pejabat. Mau lihat?


Foto aku ambil tangal 2 Agustus pagi hari (jam 9-an), dan mungkin sudah terpasang di situ beberapa hari atau beberapa minggu. Lebih dari seminggu aku nggak nengok kampus soalnya. Rasanya ada yang aneh! Kalau baliho itu berisi program kerja sih oke-oke saja. tapi ini sih murni nampang. Memang aku bisa membayangkan alasannya: Biar mahasiswa baru kenal tampang para pejabat itu. So what? Kayak politisi saja!

Tuesday, July 29, 2008

23 - 29 Juli 2009

Lagi, ini bagian dari kerjaan Bermutu PJJ PGSD. Pelatihan Pengembangan Bahan Ajar Web. Ada 13 peserta dari 13 PT (Unnes, Unej, Unismuh, Unpatti, UKSW, Unlam, Unila, UHAMKA, Undiksha, UNS, Unram, UNG, Unhalu). Kali ini tidak ada bu PP. Biasa saja, mirip dengan kegiatan ICT Advance, hanya saja kali ini pakau Hylite (Moodle-like LMS) . Cape? Tentu saja. Sebelum ini, 20 - 22 aku juga di Yogya, dengan Ido dan MamaIdo. Aku sendiri presentasi di UGM tanggal 21. Sebelumnya, 15-17 dan 17-19 di Hotel Sultan untuk membuat panduan belajar KKG/MGMP. Ini adalah komponen 2.2 proyek Bermutu.
Belum mikir disertasi. Harus selesai, Satu demi satu

4 – 7 Juli 2008

Sekitar jam 06.00 pagi aku sudah siap dan memesan taksi untuk ke Bandara. Tumben, ketika tiba di mulut gang, dari jauh kelihatan taksi sudah menunggu di pos ojek Pasar Damar. Maka pagi itu aku bisa sampai di Bandara jam 06.40, dan 06.45 sudah berada di ruang tunggu. Dari saat check-in, petugas sudah memberitahu kalau pesawat yang dari Jakarta ke Pontianak bakalan terlambat. Mereka bilang jam 12.15 baru akan take-off (pada e-ticket tercatat keberangkatan jam 11.00, pada boarding pass jam 11.55). Kenyataannya, pesawat baru take-off jam 12.30. Jadi kami (aku dan LK) sampai di Bandara Supadio sudah jam 14.00.

Di Bandara sudah menunggu tiga penjemput dari Untan (Kaprodi PGSD: Pak Suhardi, Pengelola PJJ PGSD: Pak Herry Kresnadi, dan satu lagi pengelola lab ICT). Istirahat sebentar di restoran Bandara, kami kemudian meluncur untuk mencari tempat makan siang. Kami makan siang di Cafe Dangau di jalan (by pass) menuju/keluar Bandara. Menu khasnya, apalagi kalau bukan, ikan (termasuk ikan mas) dan aneka seafood. Seperti di Makassar, ada juga sambal mangga muda.

Kami menginap di hotel Orchardz (di daerah Pecinan-nya Pontianak, Jl. Gadjah Mada no 89, www.orchardzhotel.com). Malamnya, lagi-lagi kami makan di resto seafood, dan mampir di kios durian di Jl. Gadjah Mada. Hmmm ... lumayan, habis 3 buah (kecil sih!).

Tempat yang sempat dikunjungi:
  • Kampus PGSD Untan, tentu saja
  • Cafe Dangau, di Jalan Raya (Bypass) Bandara Supadio
  • Pantai Kakap Indah, tempat makan di atas pantai (yang tidak indah sebenarnya, karena banyak sampah dan pasirnya hitam berlumpur). Masakannya lumayan, di sini aku sempat makan 1 porsi kepiting (yang isinya empat ekor!).
  • Cafe Grafitasi (bener, pakai 'f'), tempat makan yang jauhnya 50 km dari penginapan. Diantar Dekan dan rombongan, melewati tugu Khatulistiwa (sayang malem hari). Pulang malem banget, sering berpapasan bus yang ulang-alik Pontianak-Kuching (Malaysia)


Pemandangan di depan Hotel Orchardz PNK

Thursday, July 17, 2008

Petunjuk ini mungkin Ido perlukan suatu ketika nanti. Kebetulan 2 tahun belakangan ini Papa sering bepergian naik pesawat. Kebanyakan sih memang ke Jakarta, dan sampai saat ini belum pernah ke negara lain. Paling jauh baru ke Medan, Banjarmasin, Denpasar. Berikut ini adalah tahapan atau langkah-langkah kalau mau bepergian dengan pesawat terbang, terutama dari Semarang, meskipun dari kota-kota lain caranya kurang lebih sama.

1. Pertama-tama Ido harus menuju ke Bandara atau Airport di Semarang, yaitu Bandara Ahmad Yani. Letaknya ada di depan Musem Ronggo Warsito (ingat, Ido pernah ke sana bersama teman-teman ketika masih di kelas 2 SD dulu). Dari Banyumanik biasanya Papa naik taksi (bisa Bluebird, bisa Satria/Express). Biayanya kira-kira Rp. 45.000 - Rp. 55.000. Ingat bahwa kita harus check-in paling lambat 30 menit sebelum jam keberangkatan pesawat. Sebaiknya 1 jam sebelumnya. Jadi, bila pesawat akan terbang jam 07.35, usahakan jam 06.30 atau sebelum jam 07.00 Ido harus sudah sampai di Bandara, Karena perjalanan dari Banyumanik ke Bandara perlu waktu 30 menit, maka jam 06.00 Ido sudah harus berangkat. Biasanya Papa sudah memesan taksi sejak jam 06.00 dan seperti biasa Papa akan segera berjalan menuju pos ojek di Pasar Damar agar memudahkan sopir taksi menjemput. Kalau sekiranya jalanan ramai, Papa biasanya meminta sopir untuk lewat jalan tol. Bila harus lewat tol, siapkan uang Rp. 3000 untuk karcis masuk tol dari Banyumanik sampai Krapyak. Siapkan juga uang Rp. 2500 untuk karcis masuk kendaraan ke Bandara Ahmad Yani.

2. Di Bandara, taksi biasanya akan berhenti di pintu keberangkatan.Di pintu masuk ini tas dan seluruh bawaan kita akan diperiksa petugas dengan peralatan sinar-X. Peralatan ini bisa 'melihat' isi tas kita. Bila ada barang-barang mencurigakan, tas akan dibuka dan diperiksa isinya. Pisau, gunting, dan barang-barang berbahaya tidak boleh di bawa ke dalam kabin pesawat. Usahakan jangan membawa barang-barang seperti pisau, gunting kuku, dll ke kabin pesawat. Barang-barangitu harus dimasukkan dalam tas yang harus ditempatkan di bagasi. Papa jarang menyimpan tas di bagasi karena biasanya bawaan Papa tidak banyak. Cukup satu tas kecil dan satu ransel berisi laptop. Tas dan ransel inipun harus melewati pemeriksaan sinar-X. Ponsel, kamera, anak kunci dan barang-barang logam lain yang ada di saku harus dikeluarkan dan diletakkan ke dalam nampan plastik untuk dilewatkan juga dalam pemeriksaan sinar-X.Bila barang-barang tersebut masih ada di saku kita, maka alarm akan berbunyi saat kita melewati tiang detektor logam. Bila ini terjadi, petugas akan meminta kita mengeluarkan barang-barang dalam saku kita. Beberapa kali Papa mengalami hal itu, ketika kunci atau kamera lupa Papa keluarkan dari saku.

3. Setelah melalui pintu masuk ini kita harus menuju counter atau meja untuk check-in. Di counter tersebut ada petugas yang akan melayani kita. Perhatikan tulisan di atas kepala petugas atau di mejanya. Tulisan itu memuat nama pesawat dan tujuannya. Check in adalah melaporkan kedatangan kita dan kesiapan kita untuk berangkat. Nama kita akan didaftar, dicocokkan dengan KTP atau tanda pengenal lainnya. Dari proses check-in ini kita akan mendapat nomor kursi. Bila kita datang agak awal, biasanya kita bisa meminta kursi dekat lorong atau kursi dekat jendela. Kursi dekat lorong memudahkan kita untuk pergi ke toilet sedangkan kursi deket jendela memudahkan kita melihat keadaan di luar pesawat. Dari jendela kita bisa melihat pemandangan menarik saat pesawat take-off ataupun landing. Atap-atap rumah, kelok-kelok sungai, pantai, dan deretan kendaraan di jalan raya. Setelah pesawat berada pada posisi jelajah pemandangan itu tidak bisa kita lihat karena pesawat berada pada ketinggian 30.000 feet atau sekitar 10.000 meter. Yang akan terlihat hanya gumpalan awan di bawah kita atau kilatan-kilatan air laut kalau pandangan kita tidak terhalang awan.

4. Setelah melapor ke counter check-in kita akan mendapatkan kertas semacam tiket yang disebut boarding-pass atau kartu masuk pesawat. Boarding-pass inilah yang selanjutnya kita gunakan, sebagai pengganti tiket. Tiket sudah tidak diperlukan lagi.

5. Dengan boarding pass kita menuju loket pembayaran pajak bandara (airport tax). Di Bandara Ahmad Yani kita harus membayar pajak Rp. 25.000,-. Di bandara lain ada yang Rp. 30.000, misalnya Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Kalau kita bepergian ke luar negeri kita membayar biaya fiskal yang besarnya Rp. 1.000.000,-.

6. Dari loket pajak bandara itu kemudian kita bisa memasuki ruang tunggu. Di Bandara Ahmad Yani Semarang (nama singkatannya adalah SRG) ada dua ruang tunggu. Pertama adalah ruang tunggu luar, yang sebenarnya sih tempatnya sudah di dalam bandara tetapi berada dekat kios-kios dan restoran untuk makan. Ruang tunggu ini digunakan kalau ruang tunggu di dalam penuh atau pesawat yang akan kita tumpangi belum datang. Kita dipersilahkan menuju ruang tunggu dalam kalau pesawat kita sudah datang (biasanya 30 menit sebelum jam masuk pesawat atau jam boarding, jam masuk pesawat umumnya 20 menit sebelum jam take-off pesawat).

7. Dari ruang tunggu luar ke ruang tunggu dalam kita melewati lagi pintu pemeriksaan sinar-X, sama seperti di pintu masuk sebelumnya. Di pintu ini bukti pembayaran pajak bandar diperiksa dan disobek setengahnya untuk bukti pembayaran (dan menghitung pendapatan pemerintah daerah).

8. Kira-kira 10 - 15 menit sebelum pesawat berangkat, kita dipersilahkan memasuki pesawat. Proses memasuki pesawat inilah yang disebut boarding. Di Bandara Ahmad Yani Semarang ada 3 pintu menuju tempat parkir pesawat. Tidak ada fasilitas garbarata yangmenghubungkan pintu ruang tunggu dengan pintu pesawat. Kita harus berjalan menuju tempat parkir pesawat dan menaiki tangga untuk memasuki pesawat. Jadi masih kuno dan tidak nyaman. Apalagi kalau panas menyengat karena pesawat terbang jam 11 atau 12 siang. kalau hujan, petugas menyediakan payung untuk menuju ke pesawat. Di pintu keluar petugas akan menyobek sebagian boarding pass kita, lalu kita berjalan menuju tangga pesawat.

9. Di pesawat, setelah semua penumpang duduk di kursi masing-masing, pramugari akan mendemonstrasikan prosedur penyelamatan, antara lain memberitahu cara memasang sabuk keselamatan dan pelampung. Pada pesawat jenis airbus A-19 dan beberapa pesawat lain, demonstrasi ini dilakukan secara 'live' oleh pramugari (seperti yang kadang-kadang ditirukan oleh Ruben di televisi). Pada pesawat jenis Boeing 737-400 demonstrasi ini ditunjukkan dengan video di monitor televisi pesawat. Penumpang yang duduk di kursi tempat jendela darurat akan diberitahu cara-cara membuka pintu darurat.

Thursday, June 26, 2008

The Acacia 23 - 27 Juni 2008

Aku lupa entah yang ke berapa di Acacia ini. Yang jelas seminggu ini ada 2 acara sambung menyambung. Satu: melatih calon reviewer proposal DIP-BP, dua: mereview proposal. Saat aku tulis ini (kamis pagi 26 Juni 2008) dua kerjaan itu sudah aku selesaikan. Tinggal nunggu sampai besok. Jadwal flight-ku besok sore jam 17.05. Acara ke Pontianak juga sudah dipastikan dan aku sudah pesan tiket bolak-balik. Jadinya 4 - 7 Juni 2008 aku akan berada di Pontianak (Untan) untuk monitoring dan evaluasi PJJ PGSD.

That's all.

Tuesday, June 24, 2008

23 Juni 2008

Tidak tahu harus menulis apa. Mungkin kata dan frasa ini mewakili:
  • Metro
  • Hitam Kelam
  • Merah membara
  • Putih pucat sipit
  • Dosa
  • 2206 junior suite

Ditbindiklat PMPTK, 17 Juni 2008

Aku pakai pesawat pagi (SJ 221) yang berangkat dari Semarang 06.20. Musti buru-buru sebab acara rapat Sajian rancangan dari tim ICT dan RPL (Recognition of Prior Learning), dimulai jam 09.30. Untung Sriwijaya tepat waktu, jadi jam 07.00 aku sudah naik bus Damri Jurusan Blok M. Menurut pak sopir, aku harus turun di Ratu Plaza karena tujuanku Gedung Depdiknas berada di dekat situ.

Jam 08.30 aku sudah sampai di Lantai 15 Gedung D Depdiknas, Jl. Jenderal Sudirman, Pintu I Senayan Jakarta 10270. Ini rapat macam apa, aku belum tahu, tapi kayaknya (seperti tertera dalam undangan) ini baru pertemuan awal. Jadi akan ada pertemuan-pertemuan lanjutan. Bu PP akan mempresentasikan rencana terkait ICT untuk BERMUTU, yang slide-nya sudah sempat aku baca dan berikan komentar/saran kemarin dulu. Ikuti sajalah, entah bagaimanan nanti.

Habis rapat datang tugas: hari ini sampai besok bantuin bu PP menyelesaikan exposition paper untuk dukungan ICT bagi program Bermutu. Idenya adalah membuat modul, pelatihan, dan situs web yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan.

Berikut kutipan draft proposal (yang akan dilengkapi dan diperbaiki oleh bu PP menjadi proposal lengkap):

………..

Pengembangan profesi guru secara berkelanjutan memerlukan berbagai sumber daya, antara lain: tersedianya buku-buku rujukan mutakhir dan relevan dengan bidang profesinya, tersedianya nara sumber yang dapat diandalkan untuk membantu memecahkan masalah-masalah terkait dengan tanggung jawab profesinya, tersedianya kesempatan mengikuti pelatihan atau kursus-kursus penyegaran untuk menyegarkan dan memperdalam kemampuan profesionalnya, dan tersedianya akses komunikasi yang luas dengan rekan-rekan sejawat untuk keperluan pengembangan profesinya.

ICT memberikan kesempatan luas bagi guru maupun profesional lain untuk mengembangkan dan menyegarkan pengetahuannya melalui forum diskusi dengan sejawat, pencarian informasi mutakhir dalam bidang keilmuan terkait profesinya, serta pembentukan dan penyebarluasan gagasan di antara rekan-rekan seprofesi.

ICT, melalui subsistem Internetnya, menyediakan kemungkinan berkomunikasi secara mudah dan murah melalui pemanfaatan email untuk surat menyurat secara elektronis, newsgroup untuk forum komunikasi berbasis email, dan chatting untuk berkomunikasi secara sinkron-realtime. Sistem komunikasi semacam ini dapat digunakan sebagai sarana diskusi antar sejawat maupun berdiskusi dengan narasumber.

Meskipun fasilitas komunikasi berbasis web tersedia di Internet, tetapi untuk keperluan komunikasi antara guru dan rekan sejawatnya, perlu dirancang sarana komunikasi di dalam situs web. Sistem komunikasi dalam situs web merupakan submenu dari sebuah portal sehingga hanya bisa diakses atau digunakan bila pengunjung masuk (log-in) ke dalam portal tersebut.

Internet adalah juga gudang informasi yang sangat besar. Berbagai informasi dari banyak bidang terkumpul dan dapat diakses dari manapun selama tersedia akses Internet. Dari sisi pengguna, masalahnya adalah bagaimana cara memperoleh informasi yang berkualitas dari ‘gudang’ informasi tersebut. Untuk itu diperlukan paket pembelajaran mandiri (modul) yang dapat digunakan sebagai panduan bagi guru untuk: (1) mencari informasi di internet secara efektif dan efisien, (2) mengevaluasi informasi yang di dapat di Internet. Pencarian informasi secara efektif dan efisien dapat dilakukan dengan berbagai mesin pencari yang ada di Internet. Google (http://www.google.com) dan Yahoo! (http://www.yahoo.com) adalah dua diantara banyak mesin pencari paling populer di Internet. Teknik dan trik-trik pencarian dengan mesin pencari perlu dipelajari agar guru terampil melakukan pencarian informasi secara cepat. Sedangkan kemampuan mengevaluasi informasi dari Internet perlu dipelajari agar guru dapat menghindarkan diri dari memakai ataupun menyebarluaskan informasi yang palsu ataupun yang tidak dapat dipercayai karena berasal dari sumber yang tidak jelas. Dukungan bagi guru untuk memanfaatkan Internet sebagai gudang informasi dilakukan dengan cara mengembangkan paket belajar mandiri atau panduan, untuk: (1) menggunakan mesin pencari di Internet, dan (2) mengevaluasi sumber informasi di Internet (information literacy)

Guru adalah juga narasumber bagi peserta didik maupun bagi sejawatnya. Oleh karena itu, pertukaran informasi dan pengetahuan antara guru dengan peserta didik serta antar guru sebagai sesama rekan sejawat juga perlu difasilitasi. Banyak pengalaman guru di lapangan yang bisa saling dipertukarkan. Banyak pula perangkat-perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh guru dan bisa menjadi bahan ajar bagi guru di tempat lain. Bila informasi-informasi dan dokumen-dokumen yang dihasilkan oleh guru bisa saling dipertukarkan, maka bisa saling belajar dengan teman sejawatnya. Sebagai dampai ikutan, kualitas pembelajaran siswa akan meningkat dari waktu ke waktu. Untuk memfasilitasi pertukaran informasi ini perlu dirancang: (1) situs repositori objek ajar, yang berisi berbagai objek ajar (learning object) yang dikembangkan oleh guru, (2) blog guru, yang berisi tulisan-tulisan guru mengenai berbagai hal terkait bidang profesinya.

Beberapa keterampilan dasar ICT yang diperlukan untuk mendukung pengembangan profesional guru secara berkelanjutan ditabulasikan pada tabel berikut ini.

dst ......

Itu substansi akademiknya. ‘Sentuhan’ lainnya adalah pengalaman 3 jam di perjalanan, berganti 5 moda angkutan: Kijang F1 (ini istilah pak Abdor untuk mobil pak Hasan), Helikopter (bemo, pak Abdor), Metromini ke Manggarai (turun di Ramayana), Metromini ke Pasar Minggu, dan lalu ganti angkot S15 turun di LPMP (karena Metromini Ps Minggu nggak mau masuk ke Poltangan (tempatnya LPMP Jakarta). Atas jasa pak Abdor, malam itu aku nginep di LPMP (gratis ..tis). Pagi jam 04.30 sudah cabut, pakai Metromini ke Manggarai, terus ganti lagi ke Senayan. Jam 06.30 sudah sampai ke kantor PMPTK di Senayan.

Siang hari kerjaan selesai, jam 14.00 cabut ke Bandara dan malam hari sudah sampai di Semarang.

Lesson study, 9-10 Juni 2008

Kali ini aku ke Bandung. SMS bu Paulina jam 13.50 siang tadi (9/6/08) berbunyi: “Pak Sukirman n p Hari, help me ya. Besok Bpk2 diundang ke sumedang olh pmptk. Tlg hadir ya kalau bisa. Sy blm dpt ijin dari ut nih, Trims berat.” Cukup panjang dan nadanya menjadikan aku harus berusaha sedapat mungkin datang. Sebenarnya SMS itu belum sempat kubaca karena aku masih di jalan saat itu, tepatnya di depan Plasa Telkom Banyumanik, tempat aku mau membayar telepon bulanan.

Lantas datang telepon dari wanita yang mengenalkan diri sebagai Tasya, dari Dit Bindiklat PMPTK menginformasikan datangnya undangan untuk aku. Kurang yakin aku tanya, apa benar undangan untukku? Dia jawab: iya, atas rekomendasi bu Paulina. Jadi, ini kerjaan baru bu Paulina di PMPTK seperti yang diberitahukan beberapa waktu yang lalu. Lantas aku minta bu Tasya (atau mbak/dik ya?) mengirim fax ke nomor fax-ku. Thanks God, aku sudah pasang fax di rumah, jadi nggak perlu repot-repot balik ke kantor hanya untuk mengambil fax.

Di rumah, fax datang, 3 lembar. Jadi ada direktorrat yang namanya Dit Bindiklat di PMPTK yang sedang mengembangkan pelatihan di KKG dan MGMP, yang antara lain menggunakan model Lesson Study.

Mamanya Ido tentu bengong, kok kerjaan macam begini. Baru malem kemarin sampai rumah (setelah 6-8 Juni menyelesaikan persiapan pelatihan reviewer DIPBP Bermutu) kok sudah pergi lagi? Aku Cuma senyum kecut, minta maaf. Lantas pesan tiket untuk ke Jakarta. Aku pikir dari Cengkareng nanti aku bisa pakai Cipaganti atau Prima Jasa ke Bandung. Ido, karena ada maunya, menemani aku mengambil tiket di Laena.

Oke, aku berangkat jam 17 lewat karena pesawat (Mandala) takeoff jam 18.30. Sampai di Jakarta jam 19.30, dan langsung pesan tiket Prima Jasa ke Bandung. Berangkat ke Bandung jam 20.30, dan disinilah aku sekarang. Jam 24.00 sudah di fo Hotel Aston Tropicana, Jl. Cihampelas, sebelahan sama McDonald Cihampelas. Berseberangan, agak ke timur (atau utara ya) ada jalan menuju Kebon Bibit Barat, tempat aku indekos waktu magang di ITB dulu. Buset dah, hotel di Bandung memang muahal. Masak paling murah 1 juta, dan suitenya hampir 4 juta. Aku sekamar dengan teman dari Direktorat Pembinaan Diklat (baru kutahu ada instansi ini di bawah PMPTK), Andhika di kamar 519.

Jam 06.00 pagi, malah kurang ‘kali, aku turun makan pagi di lantai I Aston Tropicana. Mulailah aku bingung. Kemana acara pagi ini. Ke UPI? Atau ke mana. Barulah ngeh setelah tanya-tanya sana sini. Rupanya pagi ini rombongan langsung ke Sumedang. Aku bergabung dengan 4 orang lain (3 dari Bindiklat: Agus, Andhika, Tasya Kacita, 1 dari Antara?). Tujuan: SMP Negeri Tomo 1. Misi: mengamati pelaksanaan Lesson Study.

Kegiatan pelatihan Lesson Study diadakan oleh PMPTK dengan bantuan dana dari JICA dan resource person dari UPI. Bu PP rupanya menghendaki kegiatan Lesson Study bisa menggantikan PPL mahasiswa PJJ PGSD.

Monday, May 12, 2008

UPG 9 – 11 Mei 2008


Aku ketik ini di ruang tunggu Bandara Juanda (di depan kios buku Periplus, di pilar yang ada stop kontaknya), 11 Mei 2008, dari tulisan tangan yang kubuat di Bandara Hasanuddin Makassar.

Date of event: 9 Mei 2008

(Meet new friends: Pak Muslimin, Pak Sawal (udin?))

Ini kedua kalinya aku ke UPG. Acara visitasi ini sempat mundur dari rencana semula tanggal 5 – 7 Mei 2008. Berangkat dari Semarang tanggal 9 Mei, setelah pesen tiket ke Widy Laena. Berangkat dipilihkan rute SRG – CKG – UPG dengan SJ setelah mempertimbangkan plafon yang diberikan oleh Ditnaga. Take-off sesua jadwal, 06.15 WIB dari Bandara A. Yani, transit di CKG 07.00 – 10.55. SJ mendarat nyaris tepat waktu di Bandara Hasanuddin UPG. Aku jadi orang pertama yang muncul di pintu kedatangan. Langsung mata tertuju ke orang yang berbaju PSH-Pemda warna kehijauan yang sedang memencet tombol-tombol ponsel. Selagi di pesawat tadi ada SMS dari UNM-Mslm bahwa ybs menunggu sudah ada di Bandara. Langsung aku yakin, itulah orangnya. Dan benar, memang dia. Berempat, dengan Innova plat merah, aku – UNM Mslm, UNM Sawal, driver – menuju kota Makassar. Dalam perjalanan, informasi bahwa banyak pejabat nanti tidak bisa menemui karena harus mengantar Dirnaga ke Pare-pare, diulang kembali. No problema, gak masalah sama sekali. Yang penting ada orang untuk di-kulonuwun-i. Di perjalanan diberitahu juga bahwa hotel sudah di-book, Clarion Hotel di Pettarrani. Hotel yang sama yang setahun lalu digunakan untuk menginap instruktur dan peserta pelatihan ICT Dikti.

Sebelum sampai hotel, kami mampir di rumah makan. Bangunannya sama sekali tidak mewah, malah nyaris kumuh seperti warung-warung kecil di Jawa, tapi spanduk di depan pintunya yang bergambar Kapolda (Hariyanto?) mempromosikan warung ini tampaknya ini resto terkenal. Artis juga banyak ke sini, kata salah satu teman UNM. Nama restonya aku lupa, yang jelas kami makan sup kepala ikan (yang telah dimutilasi habis, jadi nggak jelas lagi bentuk kepalanya) dan ikan goreng lengkap dengan sambal mangga muda (yang tidak berasa pedas sama sekali). Kata mereka, di sini mangga nggak kenal musim, jadi tidak perlu khawatir nggak bisa bikin sambal (ini respon ketika aku tanya: kalau nggak musim mangga, buah apa yang disambal?). Bagaimanapun, makan mengudap di resto itu jauh lebih enak daripada mbayangin makan di hotel, kelas Clarion sekalipun. Sayang nama restonya aku lupa, yang jelas di jalan Pettaranni.

Rasa masakannya memang yummy juga. Sambal mangga (golek?) hanya berasa asam saja (entah asamnya mangga, entah memang dikasih cuka) sungguh kurang pas dengan sup dan goreng ikannya. Tapi, okelah. Gratis pula :).

Tiba di hotel, check-in dapat kamar #931. Seperti banyak hotel baru di kelasnya, Clarion pakai kunci kamar bentuk kartu magnetik (yang nantinya bikin masalah). Janjian akan dijemput untuk makan malam oleh UNM-Swl, setelah sebelumnya UNM-Mslm menyatakan nggak bisa menemani karena harus mengantar Dirnaga ke Pare-pare.


Jam 19.00 lewat dijemput untuk makan malam. Tujuan: pantai Losari. Masuk rumah makan yang rame banget (restoran Lae?. Menu: ikan bakar, udang bakar, kangkung tumis, sayur asam. Ikannya gede, seperti ikan-ikan yang dijual di Makassar pada umumnya. Di Semarang, ikan seperti ini harganya dihitung kiloan. Di sini dihitung ekoran (satu ekor entah berapa, pastinya lebih murah dari Semarang).

Yummy juga, tapi lagi-lagi sambalnya (mangga muda, tetep!) sama sekali tidak pedas, sedikit pula. Rasanya satu ekor ikan (dan beberapa ekor udang) sudah penuh berdesakan di lambung, jadi nggak mungkin diisi lagi.

Back to hotel and get sleep. Janjian disemput esok hari jam 07.00.


Date of event: 10 Mei 2008

(Meet new friends: Rohana, Mappasaro, Dewi, Nurhaidah)

Dijemput jam 07.30, langsung ke Dekanat. Ditemui PD3 (Mpsr) berbasa-basi sebentar lalu menuju ruang pertemuan di lantai 1. Urusan lancar, selesai jam 11.00. Swl langsung mengantar ke Unmuh Makassar (baru belakangan tahu bahwa singkatan resminya adalah Unismuh, bukan ‘Unmuh Makassar’ seperti yang selalu disebut oleh ‘orang Jakarta’)


(Meet new friends: Sulfasyah, Dr. Sukri (Dean), Dr. Bahrun (VD1))

Di Unismuh ketemu ditemui oleh contact person, bu SFS, PD1 dan D. Setelah mengenalkan diri dan berbasa-basi sebentar, langsung disuguh makan siang. Menu andalan Makassar keluar lagi: ikan bakar utuh – besar, ikan goreng utuh juga, tumis kangkung, dan sambal yang juga sama sekali tidak pedas. Eh, ada otak-otak juga! (tapi yang ini otak-otak versi tengiri/entah, bukan otak-otak bandeng yang ‘very rare’ itu). Snacknya: biji nangka (bukan yang asli, tetapi dibuat dari tepung dan telur dibentuk secara nggak mirip dengan biji nangka, lebih berbentuk raindrops raksasa), ‘pepes’ getuk pisang basah (entah apa namanya, tetapi mengingatkan aku pada kolak roti berlumur santan yang dikukus berbungkus daun pisang), dan yang tidak asing: pastel basah.

Wawancara dan diskusi dengan 13-an mahasiswa, 4 dosen, termasuk SFS dan PD3.

Jam 15.30 acara selesai, dihantar UNM Swl ke hotel dan janji dijemput makan malam.

Jam 18.30 dijemput di lobby, menyelesaikan urusan penggantian tiket, dan meluncur makan malam di resto Sederhana.

11 Mei 2008

Here I am. In front of gate 6 Hasanuddin Airport, ready to go back to SRG via SUB. Back to routines. Yesterday VR4 ask me (via SMS) to coordinate team for TVS Labschool in presenting proposal draft before discussing it with Dinas Provinsi and Dinas Kota. I tell him to shedule the task in Tue or Wed (13 or 14 May) because in Thu until Sun I have to go to Jakarta for PJJ meeting. (Latest info from Syahid: meeting was delayed untuil 16-17 May).

Bogor, 29 April 2008 (Hotel Pangrango 1)

Sampai jam 23.00 meeting belum juga berakhir. Teman-teman tim ngeledek aku yang sudah harus cabut dari hotel jam 04.00 mengejar pesawat jam 08.00. Sampai jam 24 lebih pertemuan baru berakhir dengan menyepakati agenda baru: separo tim pergi visitasi ke beberapa tempat yang telah ditentukan, separo lainnya menyiapkan pelatihan calon reviewer yang rencananya akan diselengggarakan di Jakarta 7 – 9 April 2008 (tempatnya belum jelas). Visitasi dilakukan ke : Makassar (UNM dan Unmuh, aku sendiri), Malang (UM dan UMM, RDR), Palembang (Unsri, AS), Bandung (UPI, SKM), NTT (Undana, ED). Masing-masing tim terdiri atas PJJ-ers ditambah pendamping dari Ditnaga. Jadilah kerja maraton. Visitasi mulai tanggal 5 April, bisa sampai tanggal 6 atau 7, dan tanggal 7 – 9 bergabung lagi di Jakarta untuk membuat laporan visitasi dan melakukan pelatihan reviewer baru.

Ruang tunggu B6, Bandara Sukarno – Hatta Jakarta

Bus Damri Bogor – Jakarta yang berangkat 04.00 masuk bandara jam 05.15. Jadi, aku yang harus terbang ke Semarang jam 08.00 sudah berada di ruang check-in jam 05.30. Loket (tepatnya meja) check-in untuk penerbangan ke Semarang belum dibuka. Loket baru buka setelah kira-kira 30 menit menunggu.

SMS VR4 menyebutkan pertemuan dengan Dir SMK jadi dilaksanakan di ruang 405 Gedung H. Konfirmasi dengan Lina juga sudah aku lakukan. Kepada keduanya aku sudah bilang bahwa baru pukul 08.00 pesawatku take-off. Jadi aku bergabung pada pukul 09.30, kira-kira. Acara Dir SMK pagi itu adalah memberikan kuliah umum dan menandatangani MOU (entah tentang apa aku tak tahu). Yang jelas, kalau benar terjadwal, diskusi dengan Dir SMK dan Ka Dinas (Prov dan Kota) baru akan dilangsungkan setelah makan siang.

What a hectic day!

“Mengapa yang tadi dipanggil Teteh?”

RDR, koordinator PJJ-ers BERMUTU sekaligus pengocol di antara kami, menceritakan kekonyolan yang dilakukannya. Konon, pada suatu pagi di Bandung – lagi BT-Btnya – ia pergi ke tukang fotokopi. Untuk mem-fotokopi tentunya. Rupanya RDR ini termasuk mahasiswa yang cukup rajin, rajin fotokopi maksudnya. Si tkang fotokopi baru saja melayani mahasiswi muda dan kinclong, yang dipanggilnya ‘Teteh” (“Mbak” Jw.) Tibalah giliran RDR, yang juga mahasiswa, meskipun yang ini mahasiswa S3.
“Dikopi berapa kali, Bu?” tanya si tukang fotokopi dengan amat sopan. RDR, yang lagi BT, pasang muka kenceng dan serius, siap ngerjain si tukang.
“Mengapa cewek tadi dipanggil Teteh. Kok gue dipanggil Ibu? Lu kira gue udah tua banget?”
Muka kenceng si teteh, eh Bu RDR, masih terpasang, dan benar-benar bikin tukang fotokopi salah tingkah. “Eh .. Ehm, .. bukan begitu Teh “. Si tukang bingung, nggak tahu harus ngomong apa. Si “Teteh” eh “Ibu RDR” tetap pasang muka serius (meski dalam hati ngakak berat).


Mouse – Tetikus – Cecurut

Ini kisah JI, orang yang menurut simolek-ers (gang Pondok Cabe Pojok), paling rewel soal bahasa. Baru-baru ini di kantor simolek-ers terjadi pergantian Direktur. Direktur baru membawa gerbong yang, antara lain, jagoan gaek yang sama ribetnya soal bahasa. Cerita pertama tentang “meng-organize”. Kata gado-gado semacam itu sering berhamburan di antara simolek-ers yang memang sehari-harinya lingkup kerjanya yang Asean memungkinkan kata-kata campur-aduk itu berhamburan setiap hari. Sang jagoan gaek pun berkomentar mengenai “meng-organize” itu. “Pakai istilah mengorganisasikan. Kalau bukan kita, siapa lagi yang memelihara bahasa kita?”
Simolek-ers pun patuh, dan dalam hati membenarkan petuah sang kakek. Sampai suatu saat sang kakek memaksakan idenya untuk menggunakan istilah ‘tetikus’ menggantikan ‘mouse’, peranti paling penting untuk mengendalikan komputer. Jengkel dengan pemaksaan itu, JI pun menggunakan istilah “cecurut” sebagai ganti “mouse”. Konyolnya, istilah itu dipakainya ketika sedang kumpul-kumpul dengan PJJ-ers, yang merupakan komunitas berbeda dengan komunitas simolek-ers. (Yang belum tahu bedanya simole-ers dan PJJ-ers, nanti akan dijelaskan).
Jadi, JI akan berteriak “Mana nih cecurutku?” kalau mouse-nya nyelip entah di mana.

Saturday, April 05, 2008

Rapat ... rapat

Tanggal 6-8 April: guideline VICON, tim 3 (HRW, BGS, AH), Ciputra Hotel Jakarta
Balik Semarang, ngaso satu hari, kembali ke Jakarta (Acacia Hotel) untuk rapat lanjutan persiapan TOT untuk instruktur PJJ PGSD (10-12).
Ke Yogya tertunda, juga pertemuan dengan MLN tentang persiapan pendampingan kelas imersi di SMAN I PKL

Sunday, March 23, 2008

Berdasarkan harga yang tercantum di http://goldprice.org/gold-price-history.html dapat dilacak harga emas murni pada bulan mei 2006 adalah : US$ 725 per ounce (31,10 gram) atau sekitar Rp. 224.000 per gram.

1 gram = 0.0321507466 troy ounces
1 troy ounces = 31.103476769649884273605017931372 gram

Maka TM yang Rp. 24.000.000 setara dengan 107 gram emas dan GA yang Rp. 90.000.000 setara dengan 402 gram emas.

Harga Maret 2008 adalah US$ 1000 per 31,10 gram atau sekitar Rp. 309.000

Maka nilai TM adalah 107 x Rp. 309.000 = Rp. 33.063.000
dan nilai GA adalah 402 x Rp. 309 = Rp. 124.218.000

Investasi emas? Pertimbangkan catatan nofie.
Harga emas hari ini dari situs http://www.logammulia.com punya Aneka Tambang.
Tentang Leo Kristi

Berikut ini tulisan tentang Leo Kristi yang pernah diterbitkan Majalah Jakarta Jakarta. Aku ambil ini dari file-nya newsgroup LK-ers

Majalah Jakarta-Jakarta nomer 338 (19 – 25 Desember 1992)

Sebagian Kehidupan Leo Kristi
Nyanyian Sunyi Trubador Tua

Ada mitos di sekitar Leo Kristi, 43. Penyanyi Surabaya bernama asli Leo Imam Soekarno ini dianggap mengambil jalan yang berbeda dengan kebanyakan penyanyi lain. Ia sangat mengutamakan proses kreatif dan menempatkan imbalan uang sebagai prioritas kesekian dalam perjalanan karirnya. Bisa jadi anggapan itu muncul dari keseluruhan sosok Leo,pikiran, gaya hidup, dan hasil karyanya. Selama 20 tahun kariermusiknya, Leo hanya merekam 9 album. Itu pun 1 album tidak diedarkan.Lirik lagu-lagunya lebih sebagai musikalisasi puisi dengan maknanyayang kadang kala hanya bisa dimengerti oleh Leo. Mengaku banyakmencipta lagu dari realita yang dilihatnya, Leo terkesan justrumerelatifkan semua realita itu. Lagu Sepatu Larsa misalnya. Ia takmembenarkan bahwa itu merupakan simbol dari militer. “Bisa saja. Tapi itu untuk menunjukan pada sesuatu yang berat dan digunakan padagenting”, elaknya.Di atas semua itu, gaya hidup Leo-lah yang memperkuat mitos itu. Iatetap membujang hingga kini. Ia senang dengan anak kecil. Ia jugaterbiasa hidup nomaden.Leo pernah tinggal 2 tahun di Jakarta, meski kemudian kembali keSurabaya karena kesulitan tawaran pementasan. Di Surabaya, Leomerangkai kembali harapannya soal konsep musik, generasi penerusmaupun pasangan hidup. “Kalau ketemu teman wanita, aku kadang raguapa benar ini pasangan hidupku. Mauku kalau ketemu 5 orang, ya lima-limanya itu teman hidup,” katanya.Minggu lalu Leo mentas di Gedung Kesenian Jakarta. Malam-malam sebelumnya ia bicara panjang lebar dengan JJ.

Leo kelahiran Surabaya, 8 Agustus 1949. Anak ke-2 dari 4 bersaudara,pasangan R Ng Bono Imam Soebiantoro, pegawai Inspeksi KeuanganSurabaya, dengan RA Roekmi Idayati. Menginjak bangku SMA, 1967, iaikut band.Penampilannya di pentas tak kalah dibanding rockers top kalah ituseperti Gito Rollies atau Ucok Harahap. Pada tahun 1971, karenamenyibuki dunia musik, ia meninggalkan kuliahnya di jurusan arsitektur Institute Teknologi (ITS). Kelompok musik yang dibentuknya, antara lain Bhatara Band bersama Harry Dharsono danKarim, Lemmon Tress, 1973, bersama almarhum Gombloh dan Naniel. Akhirnya ia membentuk Konser Rakyat Leo Kristi pada tahun 1976.

Apa sebenarnya konsep konser rakyat ?

Pementasan yang bersahaja dengan pemakaian peralatan yang sederhana, apa adanya. Tapi bisa menampilkan keseharian beserta gagasan-gagasan yang kita inginkan. Untuk menopang keteguhan yang mengandung budi pekerti, hingga generasi berikutnya, secara estafet lebih bisa merasakan sentuhan suka-duka, lebih peka pada lingkungan. Hal-hal yang akan menumbuhkan sosok-sosok manusia yang tidak sekedar pintar atau cerdas saja. Tapi lebih dari suatu pribadi dengan budi pekerti bangsa.

Akan terus konsisten dengan konsep demikian ?

Bukanya harus konsisten dengan satu konsep tertentu, tapi konser rakyat itu dalam pengertian keseharian kita. Yang utama dari keseharian kita adalah gairahnya. Baik pada saat aku manggung, ketika turun dari panggung, jalan ke sana ke mari, urusan dengan cewek, urusan dengan Pak Amang Rahman atau Affandi untuk melukis, dan macam-macam lainnya, ini yang aku maksudkan dengan konser rakyat. Dengan keadaan dan apa yang kita miliki secara apa adanya, mampu dengan optimis menyongsong hari-hari, bercumbu dengan rasa dan seni. Inilah kegairahan hidup yang harus dinikmati. Hingga pada akhirnya, ketika jam-jam menjelang tidur dan hari-hari teduhnya, kita akan bersyukur pada kebesaran Sang Pencipta. Apa yang Anda dapat dari perjalanan keliling Madura dengan pelukis Amang Rahman dan Affandi tahun 1982. Aku menelusuri lukisan-lukisan kaca. Melihat lukisan-lukisan perjalanan dan upacara-upacara. Dari situ aku menangkap warna-warna, ritme, coretan-coretan tebal-tipisnya garis, untuk kemudian dituangkan dalam proses penciptaan lagu.

Bicara soal kreativitas seni, apa tolak ukurnya bagi Anda?

Tidak ada ukuran. Bagiku kreativitas adalah keluyuran dan perjalanan dalam berkesenian. Karena keseharianku rasanya tidak pernah lepas dari suasana kreativitas seni. Aku kira persoalan pokoknya, dalam suasana apa pun dan tempat yang bagaimanapun tetap dalam rangka berkesenian.

Tempat-tempat macam apa yang bisa Anda kunjungi, dalam rangka perjalanan kreativitas ?

Aku jalan ke Bone di Sulawesi Selatan. Atau sungai Kapuas di Kalimantan. Ketemu anak-anak muda. Anak-anak sekolah yang nakal-nakal tapi tahu musikku. Kadang aku merasa heran dari mana mereka kenal musikku. Tapi, umumnya mereka salah memainkan atau pemahamannya masih kurang. Seringkali mereka ragu-ragu apa makna syairnya. Nah, mereka-mereka inilah yang harus aku temani. Biasanya aku lantas tinggal di tempat tersebut agak lama, agar mereka bisa lebih memahami perubahan dan perkembangan lagu-lagu rakyat atau lagu-lagu bersifat kedaerahan.

Anda pernah menggunakan lesung dalam pertunjukan musik, itu juga hasil keluyuran ?

Ya, semua olahan musikku hasil dari keluyuran dan perjalanan

Bagaimana konsep musik Anda berkembang ?
Ya berkembang sendiri.

Mengapa harus dipelajari?

Aku merasa amat beruntung tinggal di Indonesia. Di jalan rumahku di Surabaya yang panjangnya hanya 500 meter, begitu keluar dari rumah langsungmenemukan suasana beragam. Sebelah kiri rumah orang Katolik, sebelahkanan Protestan, di depan Kong Hu Cu, di sebelahnya lagi ada Budha.Hindu Bali juga ada, yang Islam tentunya lebih banyak. Itu semua adadi satu jalan. Tapi di lingkungannya Bob Dylan mungkin semuanya beragama Kristen. Jadi lain. Situasinya berbeda. Di sini aku lebih beruntung, lebih beragam lagi. Ketemu ini, ketemu itu. Saya ke Bali ketemu orang Australia yang pintar mainkan perkusi aborigin. Begitu kaya.

Itu jelas memperkaya warna musik Anda ?

Ya. Itu memang lebih patriotis. Tapi aku melakukannya melebihi Bob Dylan. Jadi ketika aku memainkan musik itu, orang di sini malah tidak cocok. Orang sini lebih cocok pada yang sederhana, cengeng-cengeng saja dari Amerika. Yang sudah dibuang di sana, diambil di sini.Padahal orang Barat berburu ke Timur lebih gila. Di abad-abad datang, Timur ini akan jadi rambahan segala macam.

Munculnya Iwan Fals, Sawung Jabo, dan Ebiet G Ade, apakah merupakan ancaman buat Konser Rakyat ?

Ancaman? Apa yang harus mengancam? Dari dulu kita selalu mengikuti anak-anak ini. Ebiet, Franky Sahilatua, Gombloh, sekarang Iwan Fals.Polanya kan pola dari aku semua. Seperti Ully Singar dan yang lain-lain. Mereka tulis-tulis surat atau mengajak bikin pementasan. Mereka biarlah tampil dulu, ini lebih bagus.

Mereka-mereka ini justru lebih dikenal ketimbang Konser Rakyat sendiri ?

Memang begitu. Yang namanya Bob Dylan lebih dikenal daripada Woody Guthrie. Bahkan, anaknya Arlo Guthrie tidak begitu dikenal. Yang terkenal Bob Dylan. Padahal, penyanyi dan penyair jalanan itu sendiri si Woody Guthrie, yang dikagumi Bob Dylan. Dia kan gurunya Bob Dylan.Bob Dylan kan orang tahunya dia ngetop. Kita kan nggak tahu bagaimana proses ngetopnya. Mungkin saja dibantu orang studi. Atau lainnya.

Anda merasa keberatan sebagai Woody Guthie?

Ndak. Woody itu kan banyak ditiru penyanyi-penyanyi folk berikutnya,macam Dylan. Tapi dia populer. Bahwa dia tidak populer, itu kan persoalan lain.

Karena yang lain menempatkan musik sebagai bagian industri ?

Ini kan penjelasan mengapa yang satu populer dan yang lain tidak?Pada pemusik-pemusik folk yang mengandalkan gitar string, rata-ratamengaku terpengaruh atau paling tidak, pernah mendengar musikku.Jadi Anda merasa sebagai pionir ?Lho, para pemusik itu kan mencapai ketenaran mereka dengan kerjakeras juga. Dengan darah, keringat dan air mata mereka. Dari UllySigar kita bisa melihat semangat cinta Tanah Airnya. Dari Iwan Fals,musiknya bertuturnya. Itu semua kan ada di aku.

Anda merasa rugi tidak mendapat uang banyak seperti mereka?

Ingin sih. Tapi ya harus bagaimana?

Lagu-lagu Konser Rakyat, menurut Leo malah banyak ditemukan di kota-kota kecil, seperti di desa Soppeng, Sulawesi Selatan. "Bukan barang bajakan, asli produksi Irama Tara. Malah cover kasetnya sering berganti-ganti, padahal lagu-lagunya sama," ujarnya terbahak. Belakangan ia menyesal tidak menggunakan sistem royalti, "Aku rugi terus," sesalnya. Ia mengaku belum menemukan produser yang berani promosi secara besar-besaran. "Tanpa promosi yang bagus, kayaknya kasetku kurang berhasil. Belum lagi sudah dicegati kurcaci-kurcaci, tambah susah," katanya dengan wajah muram.

Sejauh yang Anda amati, siapa sih penikmat musik Anda ?

Di satu tempat anak muda, di lain tempat anak-anak atau bahkan orangtua. Jadi, nggak jelas. Tergantung kegairahan mereka untuk merasakanhari-harinya yang mungkin sederhana sekali. Tapi, bisa menikmatinya.Kalau untuk orang-orang yang tidak punya waktu dan sibuk terus,mungkin tidak bisa menikmati musikku.

Penggemar musik Anda, rata-rata bisa menangkap makna dalam setiap lagu yang Anda sampaikan ?

Sebagian kecil. Misalnya, dalam 1 lagu, satu makna bisa mereka tangkap. Padahal dalam 1 lagu itu ada banyak hal, seperti: masalah-masalah sosial, teknik gitar dan penemuan-penemuan jurus-jurus baru,juga syair-syair dan pemakaian kata-kata baru, seperti lenggang-lenggung, gulagalugu. Dalam pengertianku, di zaman seperti ini, untukmenahan gelombang, kita harus memakai kata yang tidak luarnya saja.Pengertiannya harus selaras dengan isi batin kita.

Misalnya ?

Lenggang-lenggung Badai Lautku. Lenggang-lenggung sendiri di luarnya adalah suasana ombak yang menghantam dan mengombang-ambingkan perahunelayan. Sedangkan di dalam hati si nelayan, selalu ada doa dan harapan agar bisa sampai ke darat dan bertemu anak istri.
Gulagalugu Suara Nelayan itu mencerminkan suasana nelayan yangbersemangat dan riang dalam menarik jala. "Hahuheee..Hahuheee."sedangkan di dalam hati mereka ada doa dan harapan agar rezeki hari ini bagus.

Semacam ada spirit dalam kata?

Ya, tapi lebih pada sesuatu yang bisa melihat keseimbangan. Antara alam di luar dan alam di dalam.

Lantas bagaimana proses kreatif Anda dalam mencipta lagu ?

Tidak pernah aku pikirkan. Dari sehari-hari aku jalan, bisa menyerap banyak hal. Kemudian di rumah dan di studio rekaman dan dipentaskanternyata setelah pentas, muncul improvisasi-improvisasi yang tadinya tidak terpikirkan, ya aku ubah lagi. Mungkin juga suatu lagu sudahjadi, lantas ada anak kecil menyanyikan lagu itu, karena tidak bisamenangkap syairnya, dia pakai kata-kata lain. Tadi, lho ? tenyata kata-kata anak tadi lebih tepat. Oke, akhirnya aku ubah pakai kata-kata anak-anak tadi.Langsung ditulis notasinya atau direkam terlebih dahulu ?Macam-macam. Paling-paling aku bikin notasi angka, gambar-gambar, dancoretan-coretan. Yang muncul selanjutnya bisa lirik dulu, bisa pulanotasi dulu. Biasanya melalui kontemplasi.

Era gaya Lemon Trees yang pop telah lewat, lantas dengan corak folkyang sekarang bagaimana proses terbentuknya ?

Dari semakin melihat perjalanan dan kenyataan sehari-hari yang erathubungannya dengan warna-warna musik yang ada di Indonesia. Awalnyakan lebih mengacu pada musik Bob Dylan, Joan Baez, warna-warna musik Amerika. Waktu itu kita juga banyak dipengaruhi lagu-lagu rakyatYunani, Cina, Timur Tengah dan Rusia. Padahal kita lebih berpotensimenggali musik-musik daerah Indonesia yang begitu beraneka.

Termasuk pemilihan instrumennya juga ?

Sebenarnya aku tidak mengkhususkan harus dengan instrumen tertentu.Sambil jalan melihat ada orang memainkan instrumen lain yang belum pernah kita pakai – kok enak didengar – ya, kita coba mainkan.

Dalam bermusik sepertinya Anda mengatakan "inilah musik saya" danmengabaikan selera pasar?

Tidak juga. Justru aku mencipta dari keseharian "mereka", orang-orangyang dalam menjalani hari-harinya dengan menikmati hidup. Ini yangkita harapkan untuk masa mendatang dari generasi kita. Padahal, kalaukita lihat, di daerah begitu banyak anak muda yang sangat akrabdengan warna lagu sehari-hari. Bukan perilakunya, tapi aromanya. Ada aroma pesisir, mulai dari Sintren, Cirebon, Tegal dan Banyuwangi.Setelah disampaikan, aroma itu menjadi bagian dari rasa sehari-hariyang seharusnya makin kita pertajam.

Protes penggemar terhadap karya-karya Anda ?

Banyak dan selalu. Umumnya disebabkan perubahan lagu dari album-albumku. Ada yang ngomel-ngomel, marah-marah, senang atau mengeluh.Untuk menjawab protes mereka ini waktunya tidak ada. Disampingbagiku, menulis surat itu bukan suatu yang menyenangkan. Tangan harusmenulis, beli perangko, masih mengirim lagi, buat aku merupakansiksaan, skukur-syukur kalau ada yang mau mengurusi bantu, lebihbaik. Harusnya pakai sekretaris, itu pun kalau ada yang mau kasihgaji, hahaha!

Pada pemunculan awal Anda, sering disebut-sebut sebagai trubador Indonesia ?

Aku malah nggak tahu trubador itu gimana, atau apa. Mungkin yang tepat, aku ini seorang "pejalan". Ketika masih kecil, aku sudahsering jalan. Sekarang, aku merasa perlu tinggal di suatu tempat, kalau melihat begitu banyak anak-anak yang ingin mengerti lebih jauh lagu-lagu kita. Waktu kecil dulu, ketemu satu orang yang suka gitar dan aku suka gitar, langsung tinggal disitu. Ngobrol. Setelah tinggal beberapa lama, jalan lagi.

Sampai kapan ?

Siapa yang tahu sih besok itu apa yang terjadi. Masalahnya hanyabagaimana menciptakan hidup yang bergairah dan hangat. Untuk apahidup enak, tanpa gairah. Aku sering tinggal di suatu tempat untukmemberikan apresiasi – bukan dalam artian seperti orang-orang yangmemberikan seminar – tapi mungkin hanya pada 1 atau 2 orang yangpotensi dan bakatnya bagus sekali. Umumnya anak-anak kecil danremaja. Bukan hanya bakat musik, tapi kesenian dalam artikeseluruhan. Bisa tari atau sekedar ngobrol. Aku membawa ceriteraperkembangan di kota-kota besar dan dari mereka, aku mendapatceritera suasana kesehatan mereka.

Untuk biaya jalan-jalan tadi, duitnya dari mana ?

Nggak tahu, jatuh dari atas atau gimana. Pasti ada saja. Ini yang aku bingung. Tapi hampir nggak punya uang, sering. Hahaha! Inimemang berat. Yang jelas aku tidak pernah mentargetkan pergi kemana, tahu-tahu sudah sampai di Mesir atau Irak dan nanti entah di mana.Mulai kecil aku sudah demikian. SD sudah main musik, bukan gitar tapi ukulele dan bongo. Tiba-tiba, ketika aku sedang di rumah diajak pergi kawan-kawan " Ayo ikut ke Malang!" Ya, aku ikut. Demikian terus sampai mahasiswa. Sekarang, ada saja yang mengajak pergi. Tiba-tiba diajak ke Kalimantan. "Ayo jalan ke Kalimantan bareng Gombloh, di sana sudah ada Tetty Kadi, Elly Kasim." Oke, aku berangkat. Tahu-tahu sudah di sana 2 minggu pulang dapat duit, bisa beli motor atau apa. Selalu begitu terus. Aku tidak punya usaha lain, setidaknya sampai saat ini.

Mungkin, karena masih lajang ?

Ya. Kalau aku sudah berkeluarga mungkin lain lagi. Punya isteri dan mungkin punya lain. Tapi yang jelas hingga kini aku belum ada rencana berkeluarga. Padahal itu kan bagian dari "gairah" juga Jelas! Kehidupkan, semacam itu ada aku lalui. Kalau orang bilang perkawinan itu berupa pernyataan tertulis, bikin mewah dengan biaya sekian milyar, semua itu hanya embel-embel. Tapi apakah mereka benar-benar menikmati hubungan suami dan istri. Yang penting bagi aku adalah kadar hubungan sebagai suami-istri. Tanpa ikatan dan aturan macam-macam kita punya keteguhan. Ini nilai yang bagiku lebih luhur, setidaknya ini pendapatku dalam tahap kehidupanku sekarang ini.

Pandangan Anda terhadap lembaga "keluarga" ?

Bagiku setiap pertemuan itu akhirnya perpisahan juga. Pada tahapan terakhir urusan kita itu benar-benar urusan kita sendiri dengan Sang Maha Pencipta. Hubungan kita dengan istri dan anak-anak, ada waktunya sendiri dan pada tahapan tertentu itu ada akhirnya. Buat aku menemukan pasangan yang benar-benar pas itu sulit. Dunia semakin canggih. Yang kelihatannya pas, sebenarnya malah nggak pas. Yang kelihatannya nggak pas, ya memang nggak pas. Jadi yang benar-benar pas itu jarang sekali.

Lantas apa makna cinta buat Anda ?

Yang aku tahu cinta adalah keseharianku dengan musik. Kalau masalah cinta, aku banyak mencintai kehidupan ini. Kehidupan itu bisa terisi pada diri seorang gadis atau siapapun. Aku juga mencintai orangtua, anak-anak atau bayi. Banyak gadis-gadis di Kalimantan atau Irian yang bagiku sepatutnya dicintai. Di Irian terutama, atau Timor-timur, mereka dalam gambaranku – dari sisi terburukl – sepatutnya dicintai.

Apa hambatan Anda sebagai seniman yang tetap bertahan pada sebuah idealisme ?

Sukarnya orang untuk memahami tentang niat kita dan kesungguhan kita dalam kehidupan ini. Karena pikiran aku sendiri dan anak-anak masih sering kekanak-kanakkan. Dan yang penting aku harus telaten menunggu apresiasi musik rakyat kita. Untuk ini aku memerlukan seluruh hidupku dan ini adalah kewajiban utama yang harus diselesaikan.

Kecuali itu, mungkin kelompok Anda perlu dikelola secara profesional ?

Kelompok Konser Rakyat ini justru tidak pernah dikelola dengan satu manajemen. Kata kelola itu nggak ada. Ini kelemahannya. Syukur kalau ada pihak yang bersedia, aku tampung dengan senang hati. Cuma jangan kaget kalau me-manage orang-orang yang rewel itu aja persoalan kita. Tapi menurut orang-orang yang rewel itu cuma aku, hahaha! Anggota lainnya sudah bener. Kalau aku sendiri yang disuruh mengelola, nggak bisa. Aku mau jalan-jalan dulu.

Lantas apa yang Anda cari dengan bikin konser rakyat ?

Aku nggak cari apa-apa. Tapi kalau keinginanku untuk nampang, itu jelas. Aku paling seneng, hahaha!

Berlatih musik bagi Leo bisa berupa menggambar atau duduk diam-diam di tepi sungai "setelah suasana yang kualami mengendap, baru aku ekspresikan dalam bentuk musik." Ia pun menyimpan semua coretan lukisan anggota kelompoknya, juga rekaman suara mereka sebelum bergabung dengan Leo Kristi. "Sambil coret-coret, aku bisamenerangkan warna, jagu dan ritme. Kadang dengan warna, orang bisa lebih memahami dan membayangkan alam sekitarnya", ungkapnya.

Kebiasan ini diterapkan pada setiap anggota kelompok Leo Kristi ?

Aku juga banyak melakukan di daerah-daerah, di jalan-jalan pada anak-anak kecil dan anak-anak remaja. Ternyata mereka sebenarnya sangat berbakat kalau ditemani dengan "gairah" tadi, aku sendiri juga selalu bikin lukisan, malah sekarang pakai kanvas gede-gede 1,60 x 1,90meter. Ini semua merupakan pondasi rasa bebas dari seorang manusia. Ini perlu sekali.

Ada niat dipamerkan ?

Ah nggak. Yang boom biar saja aku nggak mau ikut-ikut. Sebab melukis bagiku merupakan bagian dari penajaman rasa dan pengolahan karakter. Semua lukisan terdiri atas coretan, warna. Bidang adalah nyanyian.

Lantas kumpulan lukisan anak-anak tadi, disimpan begitu saja ?

Aku simpan saja, sampai-sampai tempatku hanya dipenuhi kertas-kertaslukisan. Bagiku semua lukisan anak-anak itu berharga, bayangkan anak-anak yang tidak bisa menggambar kok bisa bikin coretan dan warna-warna seperti ini (leo menggelar sekitar 30 lukisan hasil karya anak-anak di Kalimantan, Sulawesi, dan tempat-tempat terpencil. Berupa coretan-coretan tidak tentu arah dan berwarna-warni). Ini kan lagu.Kelihatannya memang hanya coret-coret tapi ini sebenarnya lagu.Mereka bisa merekam suasana. Orang kalau suasana hatinya tidak masuk keperasaannya, ndak akan bisa menggambar coretan-coretan seperti ini.Paling-paling gambar gunung, sawah, kemudian ada pohonnya. Sesuatu hal yang sudah umum dan diberitahu gurunya. Tanpa mikir dan perasaan. Ibaratnya orang bikin lagu, masak semua bikin lagu, "mengapa sayang" yang cengeng-cengeng itu, kan ndak enak. Semua ini saya rasa akan baik untuk perjalanan hidup mereka nantinya.

Lukisan-lukisan tersebut sepertinya lebih ke aliran abstrak ?

Inilah kesalahannya orang-orang. Lukisan yang bebas digolongkan abstrak, yang naturalis itu nggak bebas. Bukan itu. Kita di luar masalah-masalah orang-orang lukis. Kita ini bukan orang lukis,mungkin lebih ke arah pendidikan. Mungkin orang-orang psikolog lebih tahu masalah-masalah ini. Pokoknya ini keluyuran tanpa cat dan peralatan lukis. Ambil contoh. Di Kalimantan, di sana tidak ada cat minyak atau yang berwarna-warna. Itulah yang kita pakai buat melukis.Dipetiki semua oleh kita, orang-orang di sana sampai marah-marah.

Kalau lukisan-lukisan tersebut dimanfaatkan untuk pajangan backgroud pagelaran Anda di panggung ?

Oh, ya. Bagus juga ide ini. Tapi mungkin bagi orang-orang kota, ditanggapi, "apa-apaan ini". Namun kalau keadaannya dipinggir sungai Kapuas yang betul-betul minim, nilainya besar sekali bagi anak-anak sana.

Setiap manggung Leo dan kelompoknya selalu memakai kostum hitam hitam. Tidak ada makna khusus baginya. "Apa harus putih, oke aku ganti putih, nggak repot to. Tapi kalau putih cepat kotor, aku harus beli berkali-kali, duitnya harus banyak. Kalau hitam, kotor kan nggak kentara," jelasnya enteng.

Bagaimana lingkungan masa kecil Anda ?

Kebahagiaanku karena lingkungan, keluarga dan aku sendiri. Yang dicukupi oleh keluargaku ala kadarnya saja, tapi semuanya bisa kunikmati. Lingkungan juga tak terlalu menekanku. Yang penting, aku bisa menerima situasi keluarga dan lingkungan dengan baik. Dulu, aku sering main di belakang rumah. Di sana ada gang yang namanya Gang Kebakaran, tempat para gelandangan kumpul. Dipikul kaum gelandangan untuk bikin rumah, ada banyak becak-becak dan ada juga yang punya alat musik.

Nggak pernah clash ?

Setiap lebaran Natal dan Tahun Baru, keluargaku malah dapat kiriman makanan dan minuman dari mereka. Aku juga sering menyaksikan keributan antar mereka. Perkelahian suami-isteri atau pun antar keluarga. Meski begitu persinggungan aku dengan kelompok ini lebih terasa manis.

Apa pengalaman menarik bergaul dengan mereka ?

Kalau mereka mencuri lampu, aku kebagian untuk menarik perhatian. Disana kan ada tempat cangkruk, menjual jangkrik. Kita selalu ngumpul di situ, beli. Di tempat itu oleh tetangga aku digendong dan diangkat-angkat. Begitu orang-orang mulai tertarik dan melihat kita, teman-temanku mulai nyolong lampu. Karena sering dimanfaatkan, lama-lama aku tidak mau muncul lagi.

Anda dulu populer di kelompok Anda ?

Ya. Dari kecil aku sudah populer. Sering dicari-cari, di sekolah aku juga termasuk orang yang selalu dicari-cari. Sejak SD aku sudah mainmusik, pegang ukulele, bongo, dan perkusi. Tapi, masih dalam lingkupyang kecil di Surabaya, seperti main musik dan mengisi acara ditempat orang main golf. Semuanya belajar sendiri. Ayah mendapatkan alat-alatnya dari toko temannya – seorang India.

Waktu pertama musiknya pop ?

Ya nggak juga. Lagu sehari-hari macam tek kotek kotek, anak ayam (Leo mendendangkan lagu tersebut). Lagu ini aku paling senang. Begitu SMP,aku masuk sekolah musik rakyat di Surabaya.Pernah belajar teori gitar ? Ya, macam-macam. Oyik, musik keroncong, dasar-dasar klasik juga. Tapi dulu kan belum disebut musik klasik. Lagu pertama yang aku bikin Serenada Pagi, tahun 1973. Tentang cinta di perjalanan. Saat itu kan zaman keluyuran. Yang aku kenang segi romantisnya saja.

Waktu di Lemon Tress ?

Tidak ada. Lemon Tress yang sebenarnya – 1969-1971 – membawakan lagu-lagu pop. Cuma aku kan menyisipkan lagu-lagu rakyat. Contemporary folk dan Traditional folk. Macam Bob Dylan ataupun Scarborough Fair.

Lantas kenapa Lemon Tress pecah ?

Tidak ada yang pecah. Memang waktunya pisah. Cerita kan selalu begitu. Ada saat ketemu, ada saat berpisah. Suami-isteri pisah, hanya soal waktu saja. Bisa 3 tahun, 5 tahun atau 25 tahun.

Pernah mendapat pendidikan nasionalisme dari ayah ?

Ndak. Bapak paling mengajak aku ke Batu. Jalan-jalan dengan keluarga.

Tapi lagu-lagu Anda banyak menekankan nasionalisme ?

Ah ndak juga. Aku sih biasa-biasa saja.

Ayah Anda kan anggota Partai Nasionalis Indonesia (PNI), dulunya ?

Nggak jelas. Kayaknya Bapak tidak suka yang begitu. Dia senangnya sendiri. Tidak suka organisasi. Ayah dan mama saja berdua, pacaran terus. Tidak sama perempuan lain. Ketika ditinggal ayah, mama merasa kehilangan. Dari awal mereka berdua saja. Saling mengurusi. Anak-anak, ya, jalan sendiri. Waktu kecil, kita sekeluarga sering pergi bersama-sama. Makin besar, anak-anaknya tidak mau. Aku malah berpikir, "Nah kebetulan papa-mama pergi, aku malah bisa bikin macam-macam."

Bagaimana sikap bapak Anda dulu ?

Biasa. Suasananya yang selalu mempengaruhi aku. Setiap pagi, papa-mama selalu putar piring hitam. Jadi, anak-anak ini selalu dibangunkan oleh musik. Itu kan asyik. Enak. Suaranya lamat-lamat.Kamar aku persis di samping kamar papa-mama. Kadang ada suara tertawa-tawa, yang enak. Adik dan kakak jarang bangun. Mesti aku duluan. Aku bangun, pindah kamar dan masuk di antara mereka berdua. Kebiasaan itu amat membahagiakan dan memberi banyak rasa. Sentuhan rasa.

Dari segi usia, Anda sudah saatnya mempunyai teman hidup. Kapan kira-kira waktunya ?

Tahun 2000-lah. Belum jelas juga. Kadang-kadang aku merasa enak sendiri, kadang kepingin. Nggak jelas. Hari-hari itu telah disita dengan urusan musik, tahu-tahu sudah lewat hari, lewat bulan. Begitu saja terus. Sebenarnya aku memang perlu pendamping. Kalau terus menerus sendiri, ya sumpeg juga.

Barangkali mencari figur mama ?

Ngapaian. Sejak dulu sudah mama. Sekarang harus lain lagi. Aku tidak pernah terpikir idola. Aku suka heran kalau ada orang ngomong. "Aku idolanya ini. Kata idola itu tidak boleh dipakai. Aku mengagumi banyak orang, mengagumi keberhasilannya, juga mengagumi kesalahan-kesalahannya. Tapi aku lebih mengagumi orang yang kutemu di jalan-jalan, dengan keseharian mereka.

Tampaknya Anda menyukai gadis-gadis remaja, seperti halnya remaja Bali yang pernah Anda cintai, tapi dilarang orangtuanya ?

Jelas, karena mereka lebih aku percayai untuk harapanku mewakiligenerasi nanti. Memberi perkembangan dan pimpinan pada kehidupan sehari-hari. Terutama perempuan.

Karena apa?

Dia akan jadi Ibu. Ibu paling dekat dengan anak-anak. Ketika masih dalam perut, jiwa dan perasaannya dekat dengan kedalaman musik dan syair yang bagaimana. Rasa bermusik mulai tumbuh.I tu kan untuk musik.

Untuk `teman hidup" ?

Itu tadi. Untuk teman hidup itu tidak dicari. Dia diberikan begitu saja, kalau pada waktunya.

Sering ketemu ?

Sering. Biar saja jalan dulu. Biar ramai. Biar bingung. Kalau masih bisa mengatasi itu di antara kebingungan, nah seleksi yang bagus.Kalau sewaktu ketemu langsung bilang, "Nah ini jodohku," siapa bilang? Itu kan perasaanmu, ada 5, 6 ada 10. Tuhan tidak memberi 1pilihan. Diberi pilihan yang banyak, biar cocok. Tidak satu, mungkin 5. Kalau kelima-limanya cocok diberi Tuhan, kelimanya kemudian ditanya, mau, mau, mau ? kalau tidak ada yang sakit hati, oke ayo tanda tangan bareng. Itu yang bagus. Aku bisa terima. Tapi ada yang tidak bisa aku terima, kalau melihat laki-laki mempunyai 2 atau 3 isteri. Tapi, diambil satu-satu. Kalau yang satu mulai tua, diambil yang lebih muda. Perempuan ini akan nurut. Karena keadaannya sudah makin tua. Aku nggak senang. Aku tidak berani melakukan itu. Itu tercela. Kalau nggak jadi semua, ya nggak apa-apa.

Berarti Anda suka poligami ?

Lho bukan poligami. Aku tidak mencari. Semua sudah ada begitu saja. Kalau memang sudah ada, aku harus menyelesaikan semuanya yang hadirdengan baik, bagi semua jiwa. Jangan sampai salah satu sakit. Itu sulit.

Barangkali ada salah seorang anggota Konser Rakyat yang sudah hadir di hati Anda ?

Wah, pertanyaan itu perlu disimpan untuk tahun 2000. Menunggu kematangan dulu ?Kematangan usia itu tidak ditentukan oleh usia. Ada perempuan berusia 25 dan 30 tahun, tidak matang-matang. Bahkan ada yang tidak bisa matang-matang. Tapi, ada yang berumur 14 –15 tahun sudah matang. Ya,tentu persiapan mental perlu waktu. Tidak bisa ditentukan usia. Ada yang matang, karena emosional. Nekad.

Tapi, setidaknya Anda toh butuh keturunan ?

Ada sebenarnya. Di usia 30 tahun, aku pernah ada keinginan. Padahal,sekarang sudah lewat. Aku sendiri belum punya keturunan. Sekarang aku berpikir bagaimana ya caranya pada seusiaku ini. Aku harus mundur. Jangan sampai naik usianya. Saya rasa bisa.

Usia Anda kan sudah 43, sekarang ?

Ya, tapi sekarang kan sudah banyak keturunan Konser Rakyat.

Banyak yang mengidolakan Anda, Anda sendiri senang ?

Dijadikan idola? Itu siksaan buat aku. Tapi kalau karyaku diidolakan, diresapi banyak orang, aku suka. Pada saat-saat awal, mungkin suatu kewajaran. Tapi, buat aku itu jangan diangkat-angkat.

Percakapan terpisah dengan : Tjahjo Sasongko, Frans Sartono,Suhartono, Zeverina Retno
Leo Kristi ,,, dan lintasan kenangan

Membicarakan Leo Kristi adalah membicarakan romantisme masa muda. Aku 'kenal' Leo Kristi ketika masih di kelas II STM Pembangunan. Patron yang aku kagumi semangat belajarnya saat itu adalah Subiyakto (entah di mana sekarang, terakhir kudengar ia jadi semacam paranormal). Dia-lah yang mengenalkanku (tanpa ia sadari) pada lagu-lagu Leo Kristi. Beberapa kaset sempat aku beli (sayang, telah hilang ketika rumah di kampung banjir dan aku sedang di Yogya nggak sempat menyelamatkan 'harta-benda'ku itu. Browsing sesiangan ini mengantarkan aku pada komunitas penggemar Leo Kristi (http://ph.groups.yahoo.com/group/LeoKristi/).
Kalau didengar dan diresapi, syairnya sangat romantis dan heroik (dan bisa dua-duanya, kalau kita menganggap cinta pada tanah air adalah hal penting). Pada sisi yang lebih populer, lebih populis, dan lebih seenaknya sendiri, adalah syair dan lagu-lagu Gombloh. Bedanya, lagu Gombloh lebih mudah dinyanyikan sehingga lebih populer, beda dengan lagu-lagunya Leo Kristi.
Beberapa lagu masih lekat dalam benakku meskipun telah dikikis oleh pengalaman-pengalaman keras, rutinitas keilmuan di kampus, dan perjuangan mencari nafkah. Lama aku berjuang mencari CD-CDnya yang tak pernah kudapat. Syair lagu berikut ini aku dapat dari situs newsgroup Leo Kristi tersebut di atas:

Lewat Kiara Condong

Lewat Kiara Condong kereta laju
Panorama di sana memaksaku tersenyum
Bocah-bocah tak berbaju
Berlari-lari sepanjang tepi
Di setiap detak roda yang kelima
Bergerombol bocah-bocah
Bermain gundu, kuda pelepah
Mengejar layang, lambaikan tangan

Ooh, bilakah kereta dan lelah di sana

Lewat Kiara Condong kereta laju
Seorang gadis telanjang dada
Basah rambutnya berkeramas
Sempat kulihat tisik kainnya
Di balik dinding bambu
Reot dan tak beratap

(Ketika lewat Kiara Condong)
(Matahari tidur di balik gunung)
(Ketika lewat Kiara Condong)
(Tuan-tuan tidur di sejuk gunung)

Laut Lepas Kita Pergi

Angin sepoi Angin sepoi
Layar-layar hari dermaga telah tumbuh telah tumbuh
Kutenggak cangkir kopi terakhir senja ini senja ini
Kemarin hanya mimpi ditenung tangan sakti aku tak mengerti
Gelap dunia ini hingga hari yang sepi kuterjaga dari mimpi
Yayayayayayaya
Layar-layar hari dermaga telah tumbuh telah tumbuh
Apalagi kau tangisi, janganlah
Selamat tinggal hari kemarin
Laut lepas kita pergi Yayayayayayaya

Kemarin hanya mimpi ditenung tangan sakti aku tak mengerti
Gelapnya dunia ini hingga hari yang sepi
Kuterjaga
Kemarin hanya mimpi ditenung tangan sakti aku tak mengerti
Gelapnya dunia ini hingga hari yang sepi
Kuterjaga
Kemarin hanya mimpi ditenung tangan sakti aku tak mengerti
Gelapnya dunia ini hingga hari yang sepi
Kuterjaga

NYANYIAN TANAH MERDEKA

Gulagalugu Suara Nelayan

Berayun ayo laju perahu Pak Nelayan
Laju memecah ombak, perahu Pak Nelayan
Buih-buih memercik di kiri-kananB
uih buih memercik di kiri-kanan
Perahu…

Lihat-lihat nelayan rentang jala pukat
Tarik-tariklah tambang, umpan sudah lekat
Ikannya melompat-lompat
Ikannya melompat-lompat
Ia riang…

Jauh di kaki langit
Terbentang layarmu
Kadang naik, kadang turun
Dimainkan oleh ombak
Badai laut biru

Gulagalugu suara nelayan
Berayun ayo laju.
Berayun ayo laju…
Gulagalugu suara nelayan
Berayun ayo laju.
Berayun ayo laju…

Laylaylaylaylaylaylaylaylaylay laylaylay…
Laylaylaylaylaylaylaylaylaylay laylaylay…
Hmmm…

Hitam Putih

Pagi itu di empat lima
Kami semua menyanyikan lagu bebasnya negeri
Pagi itu di kaki lima
kami semua menyanyikan lagu bersatu negeri

Di tanah merdeka ini putih tetap putih
Di tanah merdeka ini hitam tetap hitam
Janganlah kau cemas, mari menyanyi
Mmm ah ooah ooah…Oah ah oah oah ah oah…

Pagi ini di sudut jalanan
Seorang glandangan menyanyikan lagu
Bagimu Negeri…

Thursday, March 20, 2008

Tanggal 18 dan 19 kemarin aku ke Jakarta. Acaranya singkat sebenarnya: penyamaan persepsi untuk calon instruktur terkait program-program PJJ. Berangkat pagi jam 07.40 pakai Mandala (SRG-CKG, 230). Kumpul dengan beberapa teman (beberapa sudah kenal atau sudah pernah ketemu, yang lain baru kali itu ketemu). Point-nya, tahun 2008 ini ada beberapa kegiatan pelatihan untuk men-support program PJJ yang telah berlangsung 2 tahun terakhir. Bagianku dan SH adalah pelatihan bahan ajar web (e-learning). Penyamaan persepsi dilakukan terkait digunakannya LMS yang Moodle-like buatan HBS dan RF (?) dari UI.
Pulang tanggal 19 siang (meski pesawat rencananya take of 18.35, pakai Sriwijaya, CKG-SEG, 618). Bandara ramai sekalai, nyaris seperti stasiun kereta saat menjelang lebaran. Mencoba check-in jam 16.00, loket belum dibuka untuk tujuan SRG jam 18.35. Daripada nggak bisa duduk (tak ada tempat duduk di ruang check-in terminal keberangkatan) aku keluar, sempat baca-baca sambil duduk di bangku meskipun suasana lumayan crowded.
Karena lapar (padahal sudah makan siang), aku sempatkan makan di Singgalang Jaya. Untuk jaga-jaga biar nggak masuk angin.
Kira-kira jam 16.45 aku kembali ke ruang check-in. Loket sudah dibuka, dan aku dapat tempat duduk di nomor 10B. Langsung saja aku naik ke ruang tunggu sambil menyempatkan diri membeli asuransi yang 10-ribuan.
Sialnya, bau beberapa saat duduk di rung tunggu, ada berita pesawat didelay 50 menit, jadi kira-kira baru akan take-off jam 19.25. Wah lama sekali nunggunya.
Beberapa kali petugas terdengar memanggil penumpang yang belum muncul. Tak lama terdengar teriakan petugas: "Semarang ... semarang, siapa penumpang semarang yang mau mengisi 2 kursi kosong". Tanpa pikir panjang aku tunjuk tangan, nyerahin boarding pass dan lari mengikuti petugas ke pesawat. Saat itu baru jam 18.00 lebih sedikit. Bersamaku seorang ibu 50 tahunan juga ikut. Sambil jalan aku mikir: nggak bener ini! Namaku pasti tidak tercantum di manifes pesawat. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan pesawat ini (dalam boarding pass aka seharusnya naik SJ-222, tapi kemudian menggantikan posisi orang yang tidak datang, di flight SJ-220)? Cuek! Aku tetap naik. Sepanjang jalan di lorong pesawat aku mendengar penumpang ngedumel, menganggap akulah biang telatnya SJ-220. Kalau saja mereka tahu .....
Untuk menyiapkan kalau-kalau terjadi hal buruk, sebelum mematikan HP aku kirim SMS ke Mamanya Ido dan pak Sahid kalau aku jadinya menumpang SJ-220, bukan SJ-222 seperti rencana semula. Pramugari memperingatkan agar aku mematikan HP. Okey, pasti aku matikan setelah send SMS ini. Beres!
Pesawat take-off, cuaca buruk. Beberapa kali terguncang cukup keras tanda cuaca buruk. Tidak seperti Mandala waktu berangkat kemarin, Sriwijaya tetap menghidangkan snack. Mandala, alamak, malah nawarin mie instant, pake bayar lagi (Jadi inget kalau naik patas SMG-TGL, di Pekalongan pasti banyak asongan yang nawarin mie macam itu. Pernah pak Haryono beliin aku di bus, yang terpaksa aku ikut makan meskipun sebenarnya kurang berminat.
Aneh juga ya, pramugari Mandala sekarang mau juga disuruh jualan (!) mie instant di atas pesawat. Beberapa orang sempat aku lihat beli itu mie. Wah, aromanya pasti menyebar ke sekitar pembelinya!.
O, ya, waktu berangkat kemarin, di loket check-in secara kebetulan ketemu pak MEW. Katanya baru jam 08 malemnya pulang dari Jerman dan paginya harus ke Jakarta lagi. Surprise! Beliau minta boarding pass ku, dan bayarin airport tax-nya. Sayang aku duduk berjauhan dari beliau jadi nggak sempat ngomong2 (aku di 28F, berdampingan dengan ibu-anak 80 dan 60 tahun yang ke Jakarta berdua saja, sedangkan pak MEW di 2).
That's all. Aku toh akhirnya tiba selamat di rumah, pada jam 19.45. Seharusnya masih di atas Jakarta!! Tapi rasanya aku nggak mau mengulang lagi. Bayangkan kalau ada apa-apa dengan pesawat. Bisa-bisa orang anggap aku hilang misterius.