Friday, December 04, 2009

Rama, Sinta, dan Rahwana

Dalam cerita klasik Ramayana, hitam putihnya tokoh dibuat begitu
nyata. Jelas bahwa tokoh hitam adalah Rahwana, seorang raksasa rakus
yang yang memaksa menculik Sinta untuk diperistri. Dan, Rama adalah
seorang raja tampan bijaksana, kekasih para dewa. Sesungguhnya Rama
adalah juga titisan Dewa Wisnu, sang penguasa jagad.
Mengapa Rahwana menculik dan ingin memperistri Sinta, padahal dia
adalah raja sebuah kerajaan besar. Istri-istrinya adalh wanita-wanita
cantik dari seluruh negeri. Dia juga orang raja yang amat sakti.
Akan halnya Sinta, ia adalah putri raja yang diperistri Rama dari
sebuah lomba mengangkat busur panah pusaka, yang tak seorangpun
manusia mampu menggerakkannya. Bukan hanya mampu mengangkat, iapun
bahkan mematahkan Busur panah pusaka menjadi berkeping-keping. Sinta
adalah perempuan setia yang diculik oleh karena Rahwana percaya bahwa
siapapun yang bisa memperistri Sinta akan menjadi raja agung yang
sangat disegani. Setelah melihat sendiri pesona wanita bernama Sinta,
tekad Rahwana untuk menculik Sinta semakin besar. Ia benar-benar jatuh
cinta pada Sinta. Oleh karena berhadapan muka berperang dengan Rama
pasti ia akan kalah, maka dipakailah tipu daya. Singkat cerita,
Sintapun didapat, dan dikurungnya di dalam istana yang megah. Apapun
yang diinginkan Sinta, pati dikabulkan, asal ia tidak minta
dipulangkan pada Rama. Tidak ada satupun versi yang menceritakan bahwa
Rahwana memaksa, apalagi memperkosa Sinta. Meski berwujud raksasa,
sesungguhnya ia lembut hati. Kekuasaan dan ambisilah yang menjadikan
ia tampak jahat. Yang ia lakukan adalah membujuk Sinta, dengan segala
upaya, agar Sinta mau menjadi istrinya. Seorang dayang ditugaskan
untuk melayani semua kebutuhan Sinta.
Dan Sinta adalah wanita yang lembut hati. Rasa ibanya muncul sedikit
demi sedikit. Ia sadar, kalau Rahwana mau ia bisa memaksanya tanpa
Sinta bisa melawan. Begitulah, sebagai wanita ia juga mulai membuka
diri, terharu oleh kegigihan Rahwana dalam membujuk dan merayunya.
Tampaklah oleh Sinta bahwa Rahwana benar-benar mencintainya. Cara dan
waktunya saja yang salah. Sinta sangat menyadari posisinya sebagai
seorang istri. Kesetiaan ia junjung sangat tinggi hingga sampai detik
terakhir Rama membebaskannya, ia tetaplah istri yang setia. Dengan
bantuan tentara kera yang dipimpin Anoman, Rama dapat kembali merebut
Sinta. Tapi, Rama adalah juga manusia meskipun ia titisan dewa. Ia
meragukan kesucian dan kesetiaan Sinta. Bagaimanapun, Rama tahu bahwa
Rahwana adalah raja yang sangat piawai menaklukkan wanita. Ia khawatir
bahwa istrinya telah dinodai oleh Rahwana. Ia mau menerima Sinta
kembali asalkan Sinta bisa membuktikan dirinya masih suci, belum
dijamah Rahwana. Caranya, Sinta hars sanggup terjun ke dalam api suci.
Ia akan mati terbakar bila memang sudah tidak suci lagi, dan
sebaliknya bila ia masih suci, api tidak akan mampu membakar tubuhnya.
Meski dengan berurai air mata, Sinta dengan tabah menjalani perintah
suaminya. Oleh karena Sinta sesungguhnya tetap setia pada suaminya,
meskipun pesona Rahwana nyaris memikatnya. Dalam salah satu versi,
Sinta sempat menangis berupaya mencegah Rahwana berperang menghadapi
Rama, karena ia tahu bahwa Rahwana pasti akan mati karena tidak
mungk8n menang melawan Rama. Apa jawab Rahwana: "Adindaku Sinta,
terima kasih Adinda mengkhawatirkan aku. Aku bahagia dan akan membawa
rasa bahagiaku ini kepada dewa kematian yang sebentar lagi akan datang
kepadaku. Seluruh tentaraku telah habis dan kini akulah yang harus
menghadapi Rama, suamimu, titisan Dewa Wisnu". Hampir d iluar
kesadarannya sendiri, terbawa rasa haru dan kagum, pada raksasa yang
menculiknya namun tidak pernah berani menyentuh karena kekukuhan
hatinya itu, Sinta berkata: "Baginda raja bisa lari atau berbah wujud
jadi apapun, agar bisa menyelamatkan diri" Rahwana tersenyum kecut. "A
tidak mau hidup hanya untuk Melihat diriku menjadi manusia pengecut
dan egois. Seluruh balatentaraku gugur membela kepentinganku. Aku
tidak ingin mengkhianati mereka". Dan sambil mengucapkan terima kasih
atas perhatian Sinta, Rahwanapun menghadapi Rama, nenjemput
kematiannya sendiri. Itulah terakhir kalinya Sinta melihat Rahwana.
Dan kini, ia harus menerima kenyataan bahwa suami yang sangat ia
cintai, yang sanggup membuatnya menahan segala derita dalam
mempertahankan kesucian dan kesetiaannya, tega menyuruhnya terjun ke
dalam api yang bisa merenggut kematiannya. Sinta mampu melalui ujian
itu, dan keluar dari kobaran api tanpa luka sama sekali. Rama
tersenyum bahagia dan bersiap memeluk istrinya tanda Rama mau menerima
Sinta kembali. Tapi sayang, kobaran api suci memang tidak mampu
melukai kulit mulus Sinta. Hanya hatinya yang tersayat dan tercabik
oleh kecurigaan Rama. Maka, Sintapun menolak direngkuh ke dalam
pelukan Rama. "Kakanda, mohom maaf, cinta adinda telah musnah oleh
kobaran api suci yang membakar adinda tadi. Sinta yang kakanda cintai
telah mati. Yang ada di hadapan Kakanda ini adalah wanita yang jatuh
hina karena direndahkan oleh suaminya sendiri. Mohon pamit Kakanda.
Adinda mohon diri, semoga kelak kita bertemu di Suarga loka" Maka
semestapun menangisi suratan nasib sinta, mengutuk keegoisan Rama.
Mendung mengiringi langkah kaki Sinta sehingga terik sang Surya
terhalang jatuh ke tubuh ringkih Sinta, perempuan yang kukuh pada
kesetiaan dan harga diri yang ditanamnya dalam-dalam di hatinya ...

Posted via email from catatan's posterous

No comments: