Aku baru saja selesai mengunduh film arahan Sidney Pollack buatan
tahun 1999 ini. Film ini pernah beberapa kali diputar di TV dan
karenanya aku pingin mendapatkan kembali CD atau DVD-nya untuk
menonton ulang. Setelah pusing mencari-cari, mulai dari tempat
penyewaan sampai lapak-lapak penjual CD ilegal dan tidak ketemu juga,
maka mulailah pencarian dengan bantuan Paman Google ditambah
mengubak-ubak situs-situs file sharing. Ketemulah akhirnya setelah
upaya penuh perjuangan seharian ditambah mengunduh semalaman.
Ceritanya tidak terlalu istimewa dan bisa digolongkan genre
drama-romantik. Selain kuat pengkarakteran tokohnya, film-film arahan
Pollack memang indah garapannya. Sepanjang tayangan film, gambar yang
terambil tampak begitu indah meskipun adegannya sederhana. Bagiku,
baju-baju yang dikenakan artisnya juga tampak sangat elegan. That’s
all for puja-puji mengenai asesorinya.
Saat ini aku ingin bercerita tentang isi cerita Random Hearts.
Kata-kata yang sederhana namun kuat dan bisa mewakili cerita ini
adalah yang diucapkan oleh van de Broecks (kalau tak salah tulis) pada
setengah penggal akhir cerita, ketika ia yakin bahwa isterinya telah
berselingkuh dan menyembunyikannya dengan rapi sampai kecelakaan
pesawat terbang merenggut nyawa isteri dan kekasihnya. Setengah
bergumam ia berkata, pada dirinya sendiri, : “We make loved that
morning”. Ya, pagi itu ia dan isterinya memang bercinta, dan
digambarkan dengan sangat baik. Pagi, diantara ketergesaan isterinya
menerima berbagai telepon dan ia sendiri yang bertugas menjadi sersan
polisi, adegan percintaan itu tergambar dengan sangat baik meskipun
sederhana layaknya gambaran percintaan suami-isteri. Sederhana,
maksudnya tidak ada perilaku menggebu-gebu seperti pasangan yang masih
penuh bara berahi. Cerita selanjutnya lebih menonjolkan liku-liku
cerita van de Broecks mengungkap affair istrinya dan kemudian
terjebak oleh pesona Kay Chandler, istri dari kekasih gelap istrinya.
Bingung? Jangan!
Kay Chandler adalah wanita cantik calon senator partai republik yang
sibuk. Suaminya seorang pengusaha(?). Kehidupan mereka tampak cukup
harmonis. Tidak ada sedikitpun tanda-tanda ketidakcocokan, tidak
tergambar adanya pertengkaran. Rumah tangga yang biasa saja, tidak
tampak adanya riak-riak yang bisa menjadi benih bagi
ketidakharmonisan. Yang tergambar adalah orang-orang yang sibuk. Maka
Kay Chandler menganggap biasa saja ketika suaminya pamit ke New York
untuk urusan pekerjaan.
Sementara itu, di antara kesibukan sebagai polisi, Van de Broeck
digambarkan sebagai polisi yang sibuk di jalanan. Penggambarannya
sederhana tetapi mengena. Secukupnya, sehingga tidak merusak alur
cerita. Diantara kesibukannya, ketika mampir ke minimarket untuk
membeli beberapa kebutuhan harian, ia juga tidak mencermati berita
kecelakaan pesawat yang nantinya justru akan menjadi pokok cerita.
Seperti biasa, sesampai di rumah ia memutar rekaman-rekaman pesan di
teleponnya. Diantara pesan-pesan itu ada juga pesan istrinya yang
mengatakan sedang di bandara untuk pergi ke Miami. Biasa saja, seperti
pesan hari-hari sebelumnya. Mendengar kata istrinya menuju Miami, dan
secara samar-samar berita tentang kecelakaan pesawat yerbang yang
sedang menuju Miami, tiba-tiba ia tersadar. Mungkinkah istrinya ikut
dalam pesawat itu? Ia telepon maskapai penerbangan yang celaka itu dan
diyakinkan bahwa tidak ada nama istrinya dalam daftar manifes
penumpang. Van de Broeck marah, tetapi petugas maskapai penerbangan
keukeuh menyatakan bahwa tidak ada nama istrinya dalam daftar manifes
pesawat. Kepada petugas yang kemudian mendatanginya, ia
memperdengarkan rekaman pesan istrinya. Van de Broeck bicara pelan
tapi tegas:” Kau dengarkan? Istriku tidak pernah bohong!” Mendengar
keyakinan de Broeck, petuga yang ingin menyanggah menjadi tidak enak
hati untuk mengatakan, bahwa mungkin saja istrinya berbohong. Dengan
hormat dan sambil meminta maaf petugas tersebut tetap pada
pendiriannya dengan mengatakan bahwa tidak ada nama Mrs. Van de Broeck
dalam manifes pesawat, tetapi juga berjanji akan memberi kabar bila
ada perkembangan lain.
Sementara itu, hasil identifikasi jenasah mendapatkan bahwa salah
seorang korban tewas adalah suami Kay Chandler. Tentu Kay Chandler
menyangka petugas telah salah mengidentifikasi. Suaminya terbang ke
New York, bukan ke Miami. Tetapi petugas kukuh menyatakan bahwa hasil
identifikasi benar. Suami Kay Chandler positif ikut tewas dalam
musibah itu. Meskipun bingung, Kay Chandler datang juga ke rumah sakit
untuk mengidentifikasi jenazah yang diduga suaminya. Ternyata benar.
Sementara itu Van de Broeck juga mengidentifikasi jenasah wanita yang
dalam manifes dinyatakan sebagai Ny. Chandler. Keduanya duduk
bersebelahan, dan dalam tayangan kondisi pesawat yang tenggelam di
danau, keduanya diselamatkan terakhir kali. Keduanya duduk
bersebelahan.
Maka mulailah naluri polisi Van de Broeck menyelidiki apa yang
sebenarnya terjadi. Apakah Kay Chandler tahu ada hubungan apa antara
Ny. Broeck dengan suaminya? Sudah berapa lama Kay Chandler tahu? Maka
mulailah Broeck mencekati Kay Chandler untuk mencari tahu hubungan
istrinya dengan Chandler. Ternyata tidak mudah melakukan penyelidikan
melalui Chandler. Chandler ingin mengubur semua pertanyaan-pertanyaan
yang juga ada di benaknya. Baginya semua telah usai, dan ia tidak
ingin membuka lagi luka dengan mencari tahu adakah affair antara
suaminya dengan istri Broeck. Berkat usaha keras dan pantang menyerah
oleh Broeck akhirnya Kay Chandler pun mencoba menyelidiki ada apa
sebenarnya antara suaminya dengan Ny. Broeck. Apalagi gelang indah
yang disangka hadiah untuk ulang tahun putri mereka, dan tersimpan
dalam kopor yang diserahkan oleh petugas maskapai penerbangan ternyata
berisi inisial nama kekasih suaminya itu. Satu demi satu terbuka, dan
menorehkan luka di hati keduanya, baik Broeck maupun Kay Chandler.
Ternyata affair sepasang kekasih itu sudah terjadi lama sekali. Mereka
bahkan punya apartemen di Miami, masing-masing memegang kuncinya.
Maka, pada suatu ketika Broeck dan Kay Chandler ketemu di apartemen
yang disewa sepasang kekasih itu. Keduanya makin dekat satu sama lain
sebagai seorang yang senasib. Kedekatan mereka digambarkan dengan
indah. Mulai dari cumbuan yang menggebu-gebu antara marah bercampur
berahi yang terpendam, sampai adegan percintaan yang romantis di dalam
kabin kecil di tengah hutan ataupun adegan romantis yang samar lewat
ucapan dan kerlingan mata Kay Chandler dan Van de Broeck. Maka lupalah
kita bahwa keduanya adalah orang-orang yang merasa dikhianati. Mereka
kemudian menjadi sepasang kekasih yang saling mendukung dan berani
menunjukkan kedekatan di depan umum meskipun disadari itu bisa
menjatuhkan popularitas Chandler sebagai calon senator. Ketika sang
calon senator ditanya wartawan:”Apakah benar suami anda punya affair
dengan istri sersan Broeck?” Dengan tenang dan jelas Kay Chandler
menjawab:” Ya benar”. Ketika wartawan mencecarnya lagi: “Benarkah Anda
ada hubungan khusus dengan sersan Broeck?”. Dengan lancar Kay
Chandler menjawab: “ Ya benar, dia adalah tipe teman yang
sebenar-benarnya teman. Dia ada ketika saya mebutuhkan seorang teman”.
Dan filmpun berakhir, sementara penonton dibiarkan menebak sendiri
kelanjutannya dengan memegang satu fakta: keduanya terlihat saling
sayang dan saling membutuhkan. Kehebatan film ini terletak pada
penggarapan Sidney Pollack. Kalau anda pernah membaca novelnya, yang
ditulis oleh Warren Adler tahun 1984, jangan bingung dengan profesi
para tokohnya yang berbeda dengan filmnya. Juga anak Kay Chandler yang
dalam film digambarkan sebagai perempuan, dalam novelnya adalah anak
laki-laki. Selebihnya, alur ceritanya sama.
Posted via email from catatan's posterous