Sunday, March 23, 2008

Leo Kristi ,,, dan lintasan kenangan

Membicarakan Leo Kristi adalah membicarakan romantisme masa muda. Aku 'kenal' Leo Kristi ketika masih di kelas II STM Pembangunan. Patron yang aku kagumi semangat belajarnya saat itu adalah Subiyakto (entah di mana sekarang, terakhir kudengar ia jadi semacam paranormal). Dia-lah yang mengenalkanku (tanpa ia sadari) pada lagu-lagu Leo Kristi. Beberapa kaset sempat aku beli (sayang, telah hilang ketika rumah di kampung banjir dan aku sedang di Yogya nggak sempat menyelamatkan 'harta-benda'ku itu. Browsing sesiangan ini mengantarkan aku pada komunitas penggemar Leo Kristi (http://ph.groups.yahoo.com/group/LeoKristi/).
Kalau didengar dan diresapi, syairnya sangat romantis dan heroik (dan bisa dua-duanya, kalau kita menganggap cinta pada tanah air adalah hal penting). Pada sisi yang lebih populer, lebih populis, dan lebih seenaknya sendiri, adalah syair dan lagu-lagu Gombloh. Bedanya, lagu Gombloh lebih mudah dinyanyikan sehingga lebih populer, beda dengan lagu-lagunya Leo Kristi.
Beberapa lagu masih lekat dalam benakku meskipun telah dikikis oleh pengalaman-pengalaman keras, rutinitas keilmuan di kampus, dan perjuangan mencari nafkah. Lama aku berjuang mencari CD-CDnya yang tak pernah kudapat. Syair lagu berikut ini aku dapat dari situs newsgroup Leo Kristi tersebut di atas:

Lewat Kiara Condong

Lewat Kiara Condong kereta laju
Panorama di sana memaksaku tersenyum
Bocah-bocah tak berbaju
Berlari-lari sepanjang tepi
Di setiap detak roda yang kelima
Bergerombol bocah-bocah
Bermain gundu, kuda pelepah
Mengejar layang, lambaikan tangan

Ooh, bilakah kereta dan lelah di sana

Lewat Kiara Condong kereta laju
Seorang gadis telanjang dada
Basah rambutnya berkeramas
Sempat kulihat tisik kainnya
Di balik dinding bambu
Reot dan tak beratap

(Ketika lewat Kiara Condong)
(Matahari tidur di balik gunung)
(Ketika lewat Kiara Condong)
(Tuan-tuan tidur di sejuk gunung)

Laut Lepas Kita Pergi

Angin sepoi Angin sepoi
Layar-layar hari dermaga telah tumbuh telah tumbuh
Kutenggak cangkir kopi terakhir senja ini senja ini
Kemarin hanya mimpi ditenung tangan sakti aku tak mengerti
Gelap dunia ini hingga hari yang sepi kuterjaga dari mimpi
Yayayayayayaya
Layar-layar hari dermaga telah tumbuh telah tumbuh
Apalagi kau tangisi, janganlah
Selamat tinggal hari kemarin
Laut lepas kita pergi Yayayayayayaya

Kemarin hanya mimpi ditenung tangan sakti aku tak mengerti
Gelapnya dunia ini hingga hari yang sepi
Kuterjaga
Kemarin hanya mimpi ditenung tangan sakti aku tak mengerti
Gelapnya dunia ini hingga hari yang sepi
Kuterjaga
Kemarin hanya mimpi ditenung tangan sakti aku tak mengerti
Gelapnya dunia ini hingga hari yang sepi
Kuterjaga

NYANYIAN TANAH MERDEKA

Gulagalugu Suara Nelayan

Berayun ayo laju perahu Pak Nelayan
Laju memecah ombak, perahu Pak Nelayan
Buih-buih memercik di kiri-kananB
uih buih memercik di kiri-kanan
Perahu…

Lihat-lihat nelayan rentang jala pukat
Tarik-tariklah tambang, umpan sudah lekat
Ikannya melompat-lompat
Ikannya melompat-lompat
Ia riang…

Jauh di kaki langit
Terbentang layarmu
Kadang naik, kadang turun
Dimainkan oleh ombak
Badai laut biru

Gulagalugu suara nelayan
Berayun ayo laju.
Berayun ayo laju…
Gulagalugu suara nelayan
Berayun ayo laju.
Berayun ayo laju…

Laylaylaylaylaylaylaylaylaylay laylaylay…
Laylaylaylaylaylaylaylaylaylay laylaylay…
Hmmm…

Hitam Putih

Pagi itu di empat lima
Kami semua menyanyikan lagu bebasnya negeri
Pagi itu di kaki lima
kami semua menyanyikan lagu bersatu negeri

Di tanah merdeka ini putih tetap putih
Di tanah merdeka ini hitam tetap hitam
Janganlah kau cemas, mari menyanyi
Mmm ah ooah ooah…Oah ah oah oah ah oah…

Pagi ini di sudut jalanan
Seorang glandangan menyanyikan lagu
Bagimu Negeri…

No comments: